Selasa 07 Sep 2021 18:07 WIB

Rincian 26 Temuan BPK Atas Laporan Keuangan Pemerintah

Beberapa temuan berkaitan dengan anggaran penanganan pandemi Covid-19.

Rep: Novita Intan/ Red: Ilham Tirta
Edhy Baskoro.
Foto: mpr
Edhy Baskoro.

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR menyoroti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah pusat. Tercatat ada 26 temuan pemeriksa BPK terkait sistem internal pemerintah dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.

Wakil Ketua Banggar, Edhie Baskoro Yudhoyono mengatakan, dari 26 temuan BPK, salah satu temuannya membahas penyaluran subsidi yang belum optimal sehingga menyisakan sejumlah dana.

“Penyaluran belanja subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) dan non KUR serta belanja lain-lain kartu pra kerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun,” ujarnya saat rapat paripurna DPR secara virtual, Selasa (7/9).

Berikut adalah rincian 26 temuan BPK dalam LKPP Tahun Anggaran 2020:

1. Pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal Rp 21,57 triliun dan 8,26 juta dolar AS serta kewajiban negara minimal Rp 165,9 triliun sesuai basis akuntansi aktual. Kemudian, saldo piutang daluwarsa yang belum diketahui kewajarannya senilai Rp 1,75 triliun

2. Pemerintah belum menyusun mekanisme pelaporan keuangan negara untuk penanganan dampak Covid-19 pada laporan keuangan dalam rangka implementasi Pasal 13 UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Penanganan Pandemi Covid-19.

3. Realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional dispen tahun 2020 minimal Rp 1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.

4. Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak pada 43 kementerian/lembaga minimal Rp 8,3 triliun serta pengelolaan piutang 21 kementerian/lembaga senilai Rp 660,8 miliar belums sesuai ketentuan.

5. Penganggaran dan pelaksanaan belanja di luar PC-PEN pada 80 kementerian/lembaga minimal Rp 15,58 triliun belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

6. Pengendalian dalam belanja PC PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai.

7. Penyaluran belanja subsidi KUR dan non-KUR serta Kartu Prakerja belum memperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga ada sisa dana yang belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.

8. Pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) belum sesuai ketentuan dan belum didukung secara memadai.

9. Realisasi transfer khusus DAK non fisik atas bantuan operasional kesehatan (BOK) tambahan sebesar Rp 1,4 triliun tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan program kegiatan dan ketersedian dana penerima manfaat aktif secara memadai.

10. Realisasi pengeluaran pembiayaan tahun anggaran 2020 sebesar Rp 28,5 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi.

11. Realisasi pembiayaan dan pemindahan pembukuan dari bendahara umum negara pun berupa abadi penelitian kebudayaan dan perguruan tinggi sebesar Rp 8,99 triliun dititipkan pada badan layanan umum pengelolaan dana pendidikan karena aturannya belum ditetapkan.

12. Saldo kas terlambat disetorkan ke kas negara sebesar Rp 536,51 miliar. Kas tidak didukung dengan keberadaan fisik kas sebesar Rp 81,46 miliar, pengelolaan kas tidak tertib sebesar Rp 24,63 miliar pada 31 kementerian/lembaga.

13. Penatausahaan piutang pajak dan Ditjen Pajak belum memadai.

14. Penatausahaan under liying jaminan aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum memadai.

15. Pengelolaan persediaan dana sebesar Rp 4,59 triliun pada 39 kementerian/lembaga tidak memadai.

16. Skema pemenuhan kewajiban pemerintah sebagai pemegang saham pengendali (PSP) dan dampak yang diharapkan perbaikan kondisi keuangan PT AJS belum dikelola secara memadai.

17. Hak pemerintah dari kekurangan pembayaran penjualan kondensat yang merupakan bagian dari pendapatan negara tahun 2009-2011 pada PT TPPI sebesar Rp 1,81 triliun diakui dan dilaporkan keuangan Pemerintah Pusat berdasarkan wanprestasi atas perjanjian dan putusan inkrah pengadilan Tipikor masih belum jelas penyelesaiannya.

18. Pemerintah belum selesai identifikasi pengembalian belanja PEN 2020 pada 2021 sebagai dana sisa SBN PC PEN pada 2020 dan kegiatan PC PEN 2020 yang dilanjutkan pada 2021.

19. Penatausahaan aset kontraktor KKKS berupa tanah dan harta barang modal belum memadai.

20. Pengendalian atas aset tetap belum memadai yang berdampak pada kevalidan dan keakuratan data.

21. Pengendalian atas pengelolaan aset tak berwujud dan aset lain-lain pada 56 lembaga tidak memadai.

22. Ditjen pajak belum memproses pembayaran restitusi pajak yang telah terbit SK-nya tentang pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SK-PKPP) sebesar Rp 2,78 triliun dan proses penerbitannya belum sesuai dengan aturan perpajakan yang diantaranya pembayaran ganda wajib pajak senilai Rp 11,22 miliar.

23. Terdapat ketidakjelasan status tagihan pendanaan dana talangan tanah proyek strategis nasional oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi berdasarkan laporan hasil verifikasi badan pengawasan dan pembangunan.

24. Penyelesaian utang piutang kompensasi BBM dan listrik belum didukung mekanisme penganggaran yang terintegrasi dengan sistem akuntabilitas kinerja dan kebijakan pengakuan klasifikasi utang, kompensasi, dan subsidi dalam LKPP pemerintah belum jelas.

25. Kebijakan hak dan kewajiban pemerintah dalam putusan berkekuatan hukum tetap belum sepenuhnya sesuai standar akuntansi dan belum ditatausahakan secara memadai.

26. Pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement