Rabu 08 Sep 2021 20:33 WIB

Varian Mu Vs Efikasi Vaksin: Bisakah RI Menangkalnya Datang?

"Varian Delta baru saja kita alami, sekarang sudah ada varian Mu," kata Wamenkes.

Petugas memanggil warga untuk menjalani tes usap PCR di kawasan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. Epidemiolog menyarankan pemerintah memperketat pintu-pintu kedatangan internasional di tengah merebaknya varian Mu. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Fauzan
Petugas memanggil warga untuk menjalani tes usap PCR di kawasan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. Epidemiolog menyarankan pemerintah memperketat pintu-pintu kedatangan internasional di tengah merebaknya varian Mu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri

Varian Mu, saat ini menjadi varian baru virus Corona yang banyak diperbincangkan pada saat kurva penularan varian Delta seperti menuju arah penurunan. Varian MU atau B1621 yang pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021, kini dilaporkan telah menyebar ke 40 negara.

Baca Juga

Terjadi silang pendapat di kalangan para ahli ihwal varian Mu. Khususnya, terkait apakah varian yang dikelompokkan oleh WHO ini sebagai variant of interest ini mempengaruhi efikasi vaksin Covid-19 yang kini telah tersedia di dunia. 

Ahli virologi Universitas Udayana Bali, Prof. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, mengatakan, belum ada bukti bahwa varian Mu atau B1621 resisten terhadap vaksin Covid-19. Mahardika justru khawatir hiruk pikuk varian Mu dijadikan kambing hitam dari ketidakmampuan pemerintah mengatasi pandemi.

"Belum ada bukti bahwa Mu resisten vaksin," ujar Mahardika kepada Republika, Rabu (8/9).

Menurut analisisnya, varian Mu adalah turunan dari varian Alpha yang menyebar dari Inggris. Ia pun meyakini, penularan varian Mu diduga tidak semasif varian Delta.

"Muncul sejak Januari, varian Mu proporsinya hanya 1 persen dari virus yang beredar di dunia saat ini, sementara varian Delta 90 persen," ujarnya.

Saat ini, lanjutnya, hal terpenting adalah memperketat keluar masuknya orang asing ke Indonesia. Serta terus menggenjot vaksinasi secepat mungkin.

"Protokol skrining pendatang dari luar negeri yang ketat. Genjot vaksinasi secepat mungkin. Protokol kesehatan juga menjadi hal yang utama, hindari kerumunan yang disiplin," tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Subandrio tak memungkiri adanya beberapa reaksi virus Covid-19 varian Mu yang menunjukkan kekebalan terhadap vaksin. Namun, selama efikasi vaksin masih di atas 50 persen, maka vaksin masih dianggap efektif.

"Walaupun terjadi penurunan efikasi, selama efikasi vaksin masih di atas 50 persen, masih dianggap efektif," ujarnya.

Amin mengatakan, ada kemungkinan varian itu juga bisa lolos dari deteksi antibodi mereka yang sudah pernah terinfeksi virus Covid-19 varian-varian sebelumnya. Meski demikian, penelitian saat ini terus berjalan. Hipotesis kemampuan meloloskan diri itu masih perlu dikonfirmasi.

’’Sama seperti varian lainnya, reaksi terhadap manusia berbeda-beda,” lanjut Amin.

Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito juga mengakui, varian Mu  berpengaruh terhadap angka efikasi vaksin yang telah dikeluarkan saat ini. Ini karena vaksin yang dikembangkan saat ini pada umumnya menggunakan virus original atau asli.

"Sehingga munculnya varian baru berpotensi untuk menurunkan angka efikasi yang telah dikeluarkan," ujar Wiku pada Kamis (2/9).

Meski demikian, Wiku meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan potensi menurunnya efikasi vaksin tersebut. Termasuk, lima jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia saat ini.

Sebab, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menegaskan standar vaksin dengan kemampuan membentuk kekebalan yang baik ialah yang memiliki nilai efikasi atau efektifitas di atas 50 persen.

"Sikap yang tepat dengan adanya penurunan angka efektivitas vaksin setelah adanya varian ini ialah tidak berpuas diri terhadap angka capaian vaksinasi," katanya.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, juga pernah menyinggung efek varian Mu terhadap efikasi vaksin. Saat ini, potensi menurunkan efikasi vaksin masih dikaji lebih lanjut oleh para ahli.

"Yang pasti kita melakukan dan memperketat pendatang internasional negara yang terjangkit tadi, AS, Amerika Selatan, Eropa dan negara Asia yang sudah ada varian Mu, kita harus memastikan pendatang dilakukan pemeriksaan genome sequencing, PCR dan karantina delapan hari betul-betul harus dilakukan," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement