REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), memproyeksikan, ekspor produk oleokimia dari Indonesia bakal melebihi 4 juta ton pada tahun ini. Kenaikan ekspor yang konsisten itu salah satunya dipicu oleh terus meningkatnya permintaan oleokimia dari berbaga negara.
Ketua Umum Apolin, Rapolo Hutabarat, menyampaikan, tren kenaikan ekspor oleokimia sudah terjadi sejak sebelum masa pandemi. Tercatat, ekspor olekimia pada 2018 lalu mencapai 2,75 juta ton dengan nilai 2,38 miliar dolar AS lalu meningkat pada 2019 menjadi 3,27 juta ton senilai 2,10 miliar dolar AS. Penurunan harga pada 2019 disebabkan oleh melemahnya harga pasar dunia.
Adapun pada 2020 lalu volume ekspor mencapai 3,87 juta ton senilai 2,63 miliar dolar AS. "Dan untuk tahun 2021 ini kami estimasi volume ekspor berkisar di atas 4 juta ton dengan nilai 3,8 miliar dolar AS. Proyeksi ini berdasarkan kinerja ekspor dari Januari sampai Juli 2021,” kata Rapolo dalam webinar, Kamis (9/9).
Rapolo mengatakan, kebutuhan akan produk oleokimia sangat luas, mencakup kebutuhan industri kosmetik, industri kesehatan, pangan, dan pestisida. Kebutuhan yang besar itu diimbangi dengan peningkatan produksi dari Indonesia.
“Industri oleokimia tumbuh pesat di mana tahun 1995 baru ada enam perusahaan dan hingga 2021 ini sudah ada 11 perusahaan dengan kapasitas nasional 11,3 juta ton per tahun," ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya berharap riset bidang oleokimia berbasis minyak sawit dapat ditingkatkan lagi demi mengembangan produk-produk yang lebih hilir. Hal itu akan memberi dampak bagi peningkatan nilai tambah bagi pasar produk oleokimia. Adapun upaya pengembangan itu dapat dilakukan lewat dukungan pendanaan riset dari BPDP Sawit.
Plt Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mengatakan, hilirisasi produk sawit menunjukkan perkembangan pesat dari tahun ke tahun. Pada 2020 lalu, ia mencatat setidaknya sudah lebih dari 80 persen minyak sawit diolah menjadi produk hilir dan diperdagangkan.
"Hanya sekitar 15 persen dari total produksi yang masih dijual dalam bentuk minyak sawit mentah sehingga nilai tambah saat ini sudah sangat signifikan," ujar dia.
Putu mengatakan, ada sekitar 167 jenis produk hilir dari olahan minyak sawit yang sudah diproduksi industri dalam negeri. Dimulai dari produk bahan bakar, hingga kebutuhan pangan. Pemerintah berharap minyak sawit nantinya bisa menjadi bahan bakar untuk energi baru terbarukan yang dapat diandalkan.
Hal itu menjadi modal bagi Indonesia karena 45 persen minyak nabati dunia disuplai dari Indonesia. Perkembangan industri sawit yang masif, kata dia, juga menjadi mustahil bagi industri minyak nabati berbasis non kelapa sawit yang kalah dari segi produktivitas.
Sementara itu, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan Asep Asmara menambahkan, oleokimia menjadi produk sawit yang paling banyak diekspor setelah refined, bleached, and deodorized (RBD) oil.
“Selama Januari sampai Juli 2021, ekspor produk sawit didominasi RBD oil dengan kontribusi 67 persen, kemudian disusul dengan oleokimia sebesar 19 persen,” katanya.