REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban melarang aksi demonstrasi maupun berbagai slogan yang menentang pemerintahannya. Ini merupakan dekrit pertama yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin oleh Sirajuddin Haqqani.
Taliban memperingatkan, pihak penyelenggara demonstrasi harus mendapatkan izin atau menghadapi konsekuensi hukum yang berat. Larangan demonstrasi resmi berlaku pada Rabu (8/9).
Larangan tersebut muncul menyusul konfrontasi kekerasan yang terkadang berujung mematikan antara pejuang Taliban dan para demonstran di beberapa kota. Bahkan perempuan sering berada di garis depan aksi protes.
Seperti dilansir The Guardian, Kamis (9/9), di ibu kota Kabul, unjuk rasa kecil dengan cepat dibubarkan oleh pasukan keamanan bersenjata Taliban. Sementara media Afghanistan melaporkan, protes di kota timur laut Faizabad juga dibubarkan. Bahkan, pasukan keamanan Taliban menembak mati dua demonstran dalam aksi protes pada Selasa (7/9), di Kabul dan di kota Herat.
Larangan demonstrasi menunjukkan bahwa kabinet interim baru Afghanistan yang mayoritas diduduki oleh loyalis Taliban, tidak memenuhi janji modernisasi dan inklusivitas. Larangan aksi protes muncul di tengah bukti bahwa Taliban dengan cepat mengkonsolidasikan cengkeramannya pada kekuasaan.
Selain melarang aksi protes, Taliban juga mulai membatasi ruang gerak perempuan. Dalam sebuah wawancara dengan televisi Australia SBS, Wakil Kepala Komisi Budaya Taliban, Ahmadullah Wasiq, mengatakan, Taliban melarang perempuan bermain olahraga kriket. Menurut Wasiq, perempuan dianggap tidak pantas dan tidak perlu mengikuti olahraga.
"Saya kira perempuan tidak boleh bermain kriket karena perempuan tidak harus bermain kriket. Dalam kriket, mereka mungkin menghadapi situasi di mana wajah dan tubuh mereka tidak tertutup. Islam tidak mengizinkan perempuan untuk dilihat seperti ini," ujar Wasiq.
“Ini adalah era media, dan akan ada foto dan video, dan kemudian orang-orang menontonnya. Islam dan Islamic Emirate of (Afghanistan) tidak mengizinkan wanita bermain kriket atau olahraga yang membuat mereka terekspos," kata Wasiq menambahkan.
Larangan itu diumumkan ketika masyarakat internasional menanggapi pemerintah baru Taliban dengan hati-hati. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan, kabinet sementara Afghanistan bukan pemerintah inklusif yang dijanjikan Taliban. Menurut Blinken Taliban perlu mendapatkan legitimasi internasional.