Senin 13 Sep 2021 21:26 WIB

PBB Sebut Taliban Ingkar Janji Soal Hak Perempuan

Selama tiga pekan terakhir ini, hak perempuan malah semakin diabaikan Taliban

Red: Nur Aini
Milisi Taliban berjaga-jaga di pos pemeriksaan dekat kedutaan AS yang sebelumnya diawaki oleh pasukan Amerika, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 17 Agustus 2021. Taliban menyatakan amnesti di seluruh Afghanistan dan mendesak perempuan untuk bergabung dengan pemerintah mereka Selasa, berusaha meyakinkan penduduk yang waspada bahwa mereka telah berubah sehari setelah kekacauan mematikan mencengkeram bandara utama ketika orang banyak yang putus asa mencoba melarikan diri dari negara itu.
Foto: AP
Milisi Taliban berjaga-jaga di pos pemeriksaan dekat kedutaan AS yang sebelumnya diawaki oleh pasukan Amerika, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 17 Agustus 2021. Taliban menyatakan amnesti di seluruh Afghanistan dan mendesak perempuan untuk bergabung dengan pemerintah mereka Selasa, berusaha meyakinkan penduduk yang waspada bahwa mereka telah berubah sehari setelah kekacauan mematikan mencengkeram bandara utama ketika orang banyak yang putus asa mencoba melarikan diri dari negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Seorang pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Senin (13/9) mengatakan Taliban, yang saat ini menjadi penguasa Afghanistan, ingkar janji soal hak asasi manusia, termasuk dengan memerintahkan perempuan tinggal di rumah, menghalangi anak-anak perempuan bersekolah.

Taliban juga melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah untuk memburu orang-orang yang dulu merupakan musuhnya, kata Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet. "Berbeda dengan jaminan yang dinyatakan bahwa Taliban akan menjunjung hak-hak perempuan, selama tiga pekan terakhir ini perempuan malah semakin diabaikan dari lingkungan masyarakat," kata Bachelet kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa.

Baca Juga

Ia juga menyatakan kekecewaan pada susunan pemerintah Taliban, yang didominasi oleh etnis Pashtun. Bachelet mencatat bahwa tidak ada ada perempuan dalam susunan tersebut. Bachelet melaporkan bahwa, di beberapa daerah, anak-anak perempuan berusia di atas 12 tahun dilarang bersekolah.

Larangan itu merupakan aturan yang kembali diterapkan oleh Taliban seperti ketika kelompok itu berkuasa pada 1996-2001, sebelum dijatuhkan oleh serangan yang dipimpin Amerika Serikat. Bachelet juga menyoroti janji lain yang diingkari Taliban, yaitu bahwa kelompok itu akan mengampuni para mantan pegawai negeri dan petugas keamanan pada pemerintahan sebelumnya. Selain itu, ujarnya, Taliban tidak menepati janji untuk tidak melakukan penggeledahan ke rumah-rumah.

PBB telah menerima laporan beberapa dugaan penggerebekan ke rumah orang-orang yang pernah bekerja untuk perusahaan AS dan pasukan keamanan, kata Bachelet. Beberapa anggota staf PBB juga melaporkan ada peningkatan serangan dan ancaman, ujarnya. Selain itu, ungkap Bachelet, PBB juga mendapat laporan yang bisa dipercaya bahwa terjadi pembunuhan terhadap beberapa bekas anggota militer Afghanistan.

Bachelet menyatakan desakan agar suatu mekanisme dibentuk guna mengawasi praktik hak asasi manusia di Afghansitan. "Saya kembali meminta Dewan ini untuk mengambil langkah berani dan kuat, yang sepadan dengan tingkat krisis ini," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement