REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait situasi pemberantasan korupsi terkini, terutama seusai percepatan pemecatan 56 pegawai oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat dikirimkan melalui ojek daring yang dialamatkan ke Istana Negara.
"Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK terus merosot dari waktu ke waktu dan pada saat yang sama, upaya pemberantasan korupsi mengalami ketidakpastian dan bahkan kemunduran," kata peneliti ICW, Adnan Topan Husodo dalam keterangan, Selasa (28/9).
Surat telah diantarkan melalui aplikasi ojek daring ke Istana Negara tepat pukul 17.00 WIB. ICW juga mengirimkan surat serupa ke alamat e-mail Kementerian Sekretariat Negara ([email protected] dan [email protected]).
Dalam suratnya, ICW menilai kisruh yang terjadi di KPK terjadi karena Presiden gagal bersikap tegas terhadap siapapun yang mengganggu upaya pemberantasan korupsi. Presiden Jokowi juga dinilai sebagai sosok yang langsung membuka keran bagi pelemahan kerja pemberantasan korupsi melalui revisi Undang-Undang KPK.
ICW juga menyoroti Presiden Jokowi yang enggan bersikap dan seolah lari dari tanggung jawab untuk menyelesaikan kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK. Adnan menilai, presiden sebenarnya sangat mudah mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah yang ada.
"Namun, sampai menjelang hari akhir nasib 56 pegawai KPK pada tanggal 30 September 2021, Bapak Presiden tidak mengeluarkan sikap apapun," katanya.
ICW menilai, diamnya Presiden Jokowi sebagai persetujuan secara tidak langsung atas pemecatan secara sewenang-wenang 56 pegawai KPK berintegritas tersebut. Adnan menegaskan, pemberantasan korupsi secara serius merupakan tanggung jawab besar dari seorang kepala negara.
"Bangsa ini patut menyesal, Indonesia pernah lebih baik dalam memberantas korupsi, namun tidak untuk hari ini," katanya.
KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021.
TWK merupakan proses alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi polemik lantaran dinilai sebagai upaya penyingkiran pegawai berintegritas. Ombudsman juga menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM. Meski demikian, KPK dinilai mengesampingkan temuan Ombudsman dan Komnas HAM terkait pemecatan pegawai.