REPUBLIKA.CO.ID, MEMPHIS -- Para ahli medis menyebut pil anti-virus eksperimental yang dikembangkan oleh Merck and Company sebagai game changer yang serius dalam perang melawan Covid-19. Namun, seorang dokter di Memphis memperingatkan, bahwa orang tidak boleh menganggapnya sebagai pengganti vaksin.
Spesialis penyakit menular di Baptist Memorial Healthcare, Stephen Threlkeld, mengatakan, pil ini memang senjata potensial terbaru dalam perang melawan Covid-19. Dia menyinggung, 'pertempuran' melawan Covid-19 yang tampaknya tidak ada habisnya.
"Ini adalah terapi pertama yang mungkin kita miliki yang akan menjadi pil sederhana untuk membantu menghindari penyakit yang lebih serius, rawat inap, dan kematian," kata Threlkeld dilansir dari wane.com pada Sabtu (2/10).
Threlkeld mengatakan, uji klinis telah sangat berhasil sehingga Merck mencari otorisasi penggunaan darurat sesegera mungkin dari FDA. Tapi, Threlkeld, seperti banyak orang di bidang medis, khawatir beberapa orang akan melihat pil sebagai pengganti vaksinasi, padahal sebenarnya tidak.
"Ini adalah hal yang berpotensi berbahaya, karena jika Anda memberi saya dua intervensi – intervensi vaksin memberikan 95 persen, atau lebih, ditambah perlindungan terhadap kematian dan penyakit parah saat ini. Mengapa saya menukar itu untuk menunggu perlindungan 50 persen yang akan Anda dapatkan dari pil?" kata Threlkeld.
Threlkeld menyebut, pil itu sebagai opsi alternatif terhadap potensi resistensi dari kemanjuran vaksin. Dia mengakui, kemanjuran vaksin sedikit "berkurang". Sehingga, dia sepakat, bila suntikan booster telah disetujui.
"Petugas perawatan kesehatan sangat, sangat, sangat lelah melihat orang mati dan semakin banyak kematian itu tidak perlu dan mereka tidak masuk akal," ujar Threlkeld.
Sementara itu, warga New York Charles dan Charlene Rainone mengatakan kepada WREG Nexstar bahwa mereka berdua telah divaksinasi. Mereka percaya bahwa pil itu adalah langkah maju yang besar.
"Saya pikir apa pun yang mereka lakukan untuk membantu memerangi virus ini, untuk membuat negara kita kembali berjalan, saya mendukungnya," kata Charles Rainone.
Jika disetujui, Merck berharap, dapat memproduksi pil secara massal pada akhir tahun 2021.