Senin 04 Oct 2021 10:27 WIB

Pakar Paramadina dan Unas Soroti Gaya Risma yang Mudah Marah

Selain di Gorontalo, Mensos Risma pernah marah di Bandung, Jember, dan Riau.

Red: Erik Purnama Putra
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/6/2021).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (3/6/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyebut, gaya komunikasi Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang eratik, tidak mudah ditebak, meledak-ledak, suka marah-marah, tidak cocok untuk dibawa dalam kepempinan politik nasional. Sebagai pemimpin, sambung dia, ekspresi marah memang terkadang diperlukan untuk menegaskan sikap, posisi, dan arahan kebijakan.

Namun. jika sikap itu dilakukan hanya untuk menunjukkan 'ego' dan 'keakuan' seorang pemimpin, yang seharusnya dengan statemen tegas saja sudah cukup tanpa harus menunjuk-nunjuk dan mempermalukan orang lain, maka sejatinya sikap itu tidak pantas dilakukan. "Tegas tidak harus kasar. Tegas juga bisa ditunjukkan tanpa kemarahan," kata Umam di Jakarta, Senin (4/10).

Menurut dia, gaya kepemimpinan eratik dan meledak-ledak lebih cocok untuk digunakan dalam pola kepemimpinan autokratik, bukan dalam ruang demokrasi yang matang dan dewasa. Umam menganggap, dalam ruang politik masyarakat yang plural di Indonesia, gaya komunikasi Mensos Risma justru berpotensi kontraproduktif, membelah masyarakat, dan menciptakan kegaduhan yang tidak sepatutnya terjadi.

"Terlebih jika hal itu sampai memunculkan ketersinggungan masyarakat, seperti yang disampaikan Gubernur Gorontalo belakangan ini," kata Umam.