REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon telah menawarkan pembayaran belasungkawa yang nilainya tidak ditentukan kepada 10 keluarga warga sipil yang tewas dalam serangan Amerika Serikat (AS) yang gagal di Afghanistan pada Agustus. Penawaran ini melengkapi penawaran untuk pindah tempat tinggal ke AS.
Departemen Pertahanan mengatakan pihaknya membuat komitmen yang termasuk menawarkan pembayaran belasungkawa ex-gratia. Penawaran ini diberikan untuk melengkapi kerja sama dengan Departemen Luar Negeri guna mendukung anggota keluarga yang tertarik untuk pindah ke AS.
Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan pada Jumat (15/10) malam, Wakil Menteri Pertahanan untuk Kebijakan AS Colin Kahl telah mengadakan pertemuan virtual dengan pendiri dan presiden Nutrition & Education International, Steven Kwon, pada Kamis (14/10). Organisasi bantuan tersebut mempekerjakan Zemari Ahmadi yang menjadi korban dalam serangan pesawat nirawak 29 Agustus.
Kirby menyatakan Ahmadi dan korban lainnya yang meninggal dunia dalam serangan itu adalah korban tak bersalah dan tidak berafiliasi dengan Negara Islam Khorasan (ISIS-K) atau ancaman terhadap pasukan AS. Serangan pesawat tak berawak di Kabul menewaskan sebanyak 10 warga sipil termasuk tujuh anak-anak.
Pentagon telah mengatakan sebelumnya bahwa serangan 29 Agustus menargetkan seorang pengebom bunuh diri ISIS yang menjadi ancaman bagi pasukan pimpinan AS di bandara. Ketika itu, pasukan AS sedang menyelesaikan tahap terakhir penarikan mereka dari Afghanistan.
Namun laporan segera muncul menyebut serangan pesawat nirawak di lingkungan barat Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul telah menewaskan warga sipil termasuk anak-anak. Video dari tempat kejadian menunjukkan puing-puing mobil berserakan di sekitar halaman sebuah gedung. Pentagon kemudian mengatakan serangan itu adalah kesalahan tragis.
Serangan itu terjadi tiga hari setelah seorang pengebom bunuh diri ISIS menewaskan 13 orang pasukan AS dan sejumlah warga sipil Afghanistan yang telah berkerumun di luar gerbang bandara. Pembunuhan warga sipil juga menimbulkan pertanyaan tentang masa depan serangan kontra-terorisme AS di Afghanistan.