REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasulullah SAW dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah pada Senin pagi, tanggal 9 Rabiul Awwal, awal tahun dari peristiwa gajah. Hari itu juga bertepatan dengan empat puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan.
Sedangkan berdasarkan tanggalan Masehi, Nabi Muhammad SAW lahir pada 20 atau 22 bulan April tahun 571 M, menurut penelitian yang dilakukan oleh ulama Muhammad Sulaiman Al-Manshurfuri dan peneliti astronomi Mahmud Basya.
Dalam kitab Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri dijelaskan Ibnu Sa'd meriwayatkan bahwa ibu Rasulullah berkata, "Setelah bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari istana-istana di Syam."
Selain Ibnu Sa'd, Ahmad juga mengeluarkan riwayat serupa dari jalur Al-Arbadh bin Sariyah. Tak hanya itu, ada pula riwayat yang menyebut soal beberapa bukti pendukung kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu berupa peristiwa besar yang bertepatan dengan waktu kelahiran beliau SAW.
Pertama, runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra. Kedua ialah padamnya api yang biasa disembah orang-orang Majusi. Dan ketiga, runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah setelah ambrol ke tanah.
Setelah ibu Nabi Muhammad, Aminah binti Wahb, melahirkan kemudian dia mengirim utusan ke tempat kakeknya, Abdul Muthalib, untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran cucunya. Maka, Abdul Muththalib datang dengan perasaan suka cita dan bersyukur.
Abdul Muthalib kemudian menamainya dengan Muhammad. Nama ini belum pernah dikenal di kalangan Arab. Nabi SAW, pada hari ketujuh setelah lahir, dikhitan sebagaimana yang biasa dilakukan orang-orang Arab.