Sabtu 23 Oct 2021 03:15 WIB

Cerita Menlu Soal Ketimpangan Akses Vaksin

Diplomasi di awal pandemi jadi cara Indonesia hindari ketimpangan akses vaksin

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi.  Retno Marsudi mengatakan, kebijakan politik luar negeri Indonesia selama pandemi tidak banyak berubah. Meskipun, diplomasi lebih banyak dilaksanakan untuk bidang kesehatan dan vaksin, menangani virus corona.
Foto: Kena Betancur/Pool Photo via AP
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi. Retno Marsudi mengatakan, kebijakan politik luar negeri Indonesia selama pandemi tidak banyak berubah. Meskipun, diplomasi lebih banyak dilaksanakan untuk bidang kesehatan dan vaksin, menangani virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi mengatakan, kebijakan politik luar negeri Indonesia selama pandemi tidak banyak berubah. Meskipun, diplomasi lebih banyak dilaksanakan untuk bidang kesehatan dan vaksin, menangani virus corona.

Ia mengungkapkan, diplomasi banyak pula dilakukan untuk perlindungan warga negara Indonesia (WNI) dan mengusahakan stabilitas perdamaian dunia. Dalam diplomasi kesehatan dan vaksin, Indonesia aktif melakukan diplomasi vaksin.

Retno berpendapat, seandainya pada saat awal pandemi Indonesia tidak bergerak cepat mencari sumber vaksin akan sulit untuk melakukan ratusan juta vaksinasi. Bahkan, ia meyakini, jika lambat Indonesia tidak bisa melaksanakan vaksinasi.

"Jika tidak bergerak cepat, saya yakin tidak bisa melakukan vaksinasi. Hari ini lebih dari 177 dosis vaksin yang sudah disuntik," kata Retno dalam kuliah umum di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (22/10).

Ia menerangkan, dalam situasi kritis kesehatan pada awal pandemi, pemerintah melakukan upaya-upaya demi mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Namun, Retno menekankan, semua dilakukan menggunakan hitungan yang cukup matang.

Retno merasa, bagi Indonesia tidak mudah memenuhi kepentingan rakyat untuk melakukan vaksinasi dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa. Karenanya, memenuhi jumlah vaksin sangat besar merupakan sebuah tugas yang juga besar.

Selain untuk masyarakatnya, ia menuturkan, Indonesia melakukan diplomasi agar negara berpenghasilan rendah mendapat akses yang sama. Sebab, ada ketimpangan, sekitar 6,7 miliar dosis yang sudah disuntikkan, 75 persen lebih cuma di negara-negara kaya.

"Kurang dari satu persen negara berpenghasilan rendah yang penduduknya mendapat vaksin," ujar Retno.

Perjuangan Retno dilakukan bersama Menteri Pembangunan Internasional Kanada dan Menteri Kesehatan Ethiopia dalam Co-Chair COVAX AMC Engagement Group. Menurut Retno, mereka memperjuangkan kesetaraan agar akses vaksin didapat semua negara.

Setidaknya, 20 persen penduduk dari negara-negara menengah ke bawah menerima vaksin secara gratis, diusahakan dari negara-negara maju dan filantropi. Selain memperjuangkan vaksin, Kemenlu melindungi WNI yang terdampak akibat pandemi.

Ia menambahkan, jumlah WNI yang terpapar covid selama pandemi mencapai 6.010 orang dan saat ini semua sudah sehat. Pemerintah memfasilitasi kepulangan 235 ribu WNI karena terkena dampak kebijakan pembatasan konektivitas antar negara.

"Sedangkan, yang terdampak ekonomi, pemerintah memberikan bantuan 771 ribu paket sembako di luar negeri," kata Retno. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement