REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan kesatuan bangsa merupakan faktor penting dalam menjamin keberlanjutan bangsa dan kelangsungan hidup negara. "Tanpa adanya kesatuan bangsa, negara tidak akan mampu menghadapi ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri," kata Mahfud dalam acara Uji Sahih Hasil Pengkajian Kebijakan Kementerian dan Lembaga di Bidang Kesatuan Bangsadi Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (27/10).
Acara ini diselenggarakan oleh Kedeputian VI Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam. Mahfud menyebutkan keutuhan bangsa Indonesia terbangun dari dua hal, yaitu keutuhan ideologi dan keutuhan teritori.
Keutuhan ideologi saat ini menghadapi ancaman paham radikalisme. Sementara itu, keutuhan teritori menghadapi ancaman separatisme. Ancaman tersebut hanya dapat dihadapi dengan kesatuan bangsa, kesatuan antarkomponen masyarakat, kesatuan antara warga negara dan penyelenggara negara, dan kesatuan antarpenyelenggara negara itu sendir.
Dalam mewujudkan kesatuan dan keutuhan bangsa, menurut dia, membutuhkan kebijakan yang berimbang antara sentralisasi dan desentralisasi, antara perlindungan hak dan pembatasan hak.
Dalam pengkajian kebijakan ini, Kedeputian VI Kemenko Polhukam bekerja sama dengan empat perguruan tinggi: Universitas Udayana, Universitas Andalas, Universitas Brawijaya, dan Universitas Islam Indonesia. Deputi VI/Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Janedjri M.Gaffar mengatakan bahwa kesatuan bangsa merupakan prasyarat bagi tercapainya penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara guna mencapai tujuan nasional.
Menurut dia, kesatuan bangsa bukan merupakan kondisi yang bersifat tetap, melainkan dinamis yang dipengaruhi oleh interaksi internal dan eksternal. Kondisi kesatuan bangsa, kata Janedri, dipengaruhi oleh banyak aspek, baik politik, hukum, ekonomi, maupun sosial budaya.
Oleh karena itu, kesatuan bangsa harus selalu dijaga. Salah satunya dengan melakukan penyempurnaan dan perbaikan yang berkelanjutan terhadap berbagai kebijakan dan program. Sehingga mampu mengantisipasi dan menyelesaikan berbagai macam bentuk kerawanan dan ancaman.
Kegiatan uji sahih ini dihadiri 418 peserta secara daring. Mereka merupakan perwakilan dari kementerian dan lembaga, baik pusat maupun daerah; TNI, Polri, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota; organisasi keagamaan; organisasi kemasyarakatan; dan civitas academica dari empat perguruan tinggi. Kegiatan ini untuk menjaring masukan dan mendapatkan penajaman guna meningkatkan validitas hasil pengkajian dan rekomendasi kebijakan. Selanjutnya hasil rekomendasi ini akan diberikan langsung kepada pihak kementerian dan lembaga terkait pada bulan Desember 2021.