REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami besaran pembagian dugaan suap kepada para tersangka rasuah di pemborongan, pengadaan, atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi. Kasus tersebut telah menersangkakan Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono (BS).
Keterangan tersebut dikonfirmasi kepada lima orang saksi. Mereka didalami pengetahuannya soal kehadiran tersangka Budhi Sarwono maupun tersangka Kedy Afandi (KA) secara langsung guna memberikan pengarahan bagi para pengusaha yang akan mengerjakan berbagai proyek di Pemkab Banjarnegara.
"Arahan tersebut diduga antara lain terkait adanya pembagian persentase fee untuk tersangka BS," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (28/10).
Adapun, kelima saksi yang diperiksa penyidik KPK adalah ajudan bupati Banjarnegara, Wahyudiono; Sekretaris Kecamatan Kalibening, Cion Pramundita; satu pihak wiraswasta, Susmono Dwi Santoso; Staf Keuangan PT Adi Wijaya, Febriana Eriska Putri; dan Direktur CV Pilar Abadhi, Prihono.
Pemeriksaan dilakukan pada Rabu (27/10) lalu di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Semarang, Jawa Tengah. Ali mengatakan, kelima saksi tersebut diperiksa untuk tersangka Budhi Sarwono dan kawan-kawannya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Budhi Sarwono bersama satu pihak swasta yakni Kedy Afandi sebagai tersangka pada Jumat (3/9) lalu. Keduanya resmi mengenakan rompi oranye KPK setelah diduga melakukan pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi.
Perkara bermula pada September 2017 ketika Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaannya memimpin rapat koordinasi yang dihadiri perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara. Kedy yang sempat menjadi ketua tim sukses saat Pilkada itu memimpin rapat di salah satu rumah makan.
Mengikuti Budhi, Kedy menyampaikan paket pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri senilai 20 persen dari nilai proyek. Perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud wajib memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan kedua dilakukan di rumah pribadi Budhi. Rapat tersebut dihadiri perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara. "Secara langsung BS menyampaikan di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu dengan pembagian lanjutan 10 persen untuk BS sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan," Ketua KPK Firli Bahuri.
KPK meyakini Budhi berperan aktif ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur. Di antaranya ikut membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutkan perusahaan keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Sementara Kedy yang selalu dipantau dan diarahkan Budhi saat melakukan pengaturan pembagian pekerjaan sehingga perusahaannya yang tergabung dalam grup Bumi Redjo bisa ikut serta. Dalam kasus ini, Budhi diduga telah menerima komitmen fee senilai Rp 2,1 miliar secara langsung maupun melalui orang kepercayaannya yaitu Kedy.