REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Empat dari sepuluh anak di panti asuhan Afghanistan dikirim kembali ke kerabat mereka. Krisis ekonomi yang semakin berkembang memengaruhi kelangsungan panti asuhan yang menyebabkan ribuan anak yatim piatu dibiarkan tanpa tempat tinggal.
Mereka hidup tanpa orang dewasa yang merawat. Beberapa anak ada yang masih memiliki kerabat. Sayangnya mereka memilih untuk tidak merawatnya karena faktor finansial.
Sebelum Taliban berkuasa, ada 9.319 anak yang ditampung di panti asuhan Afghanistan. Namun, setelah krisis ekonomi, jumlah itu turun menjadi 3.566 karena banyak anak yang diusir.
Di Afghanistan total ada 68 panti asuhan yang merupakan milik publik dan swasta. Akan tetapi, 26 di antaranya telah ditutup karena krisis ekonomi. Krisis ekonomi juga menyebabkan penurunan adopsi dan aplikasi keluarga asuh.
Tetap berjuang di tengah krisis ekonomi
Krisis di Afghanistan telah membuat panti asuhan menghadapi banyak tantangan. Selain pemadaman listrik yang sering terjadi, air juga sulit ditemukan. Bangunan panti berada dalam kondisi buruk yang dilengkapi masalah kebersihan.
“Kami tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari anak-anak seperti makanan, pakaian dan obat-obatan dalam waktu singkat seperti yang kami lakukan di masa lalu,” kata Manajer Panti Asuhan Teyiye Mesken Kabul Mucibi Rahman Hotak.
Hotak menyebut anak-anak panti sangat membutuhkan makanan, khususnya untuk stok pangan menjelang musim dingin nanti. Selain makanan, mereka juga membutuhkan pakaian untuk menghangatkan mereka dan alat tulis untuk belajar.
Sejak Taliban merebut kekuasaan, petugas panti asuhan termasuk Direktur Panti Asuhan Feyzan Ahmed Kaker hanya menerima upah sebulan. Meski begitu, petugas melihat pekerjaan mereka sebagai ibadah dan memilih untuk tetap bekerja.
“Jika sumber daya disediakan dan situasi ekonomi membaik, anak-anak yang dikirim ke kerabat mereka dapat mendaftar ke panti asuhan lagi. Bahkan sekarang, beberapa anak melamar tetapi kami tidak dapat menerima mereka karena sumber daya dan operasi panti yang tidak mencukupi,” kata Kaker.