Selasa 23 Nov 2021 17:18 WIB

Transaksi E-Commerce Jabar Tertinggi di Indonesia

E-commerce membuka peluang bagi UMKM Jabar di tengah pandemi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Fuji Pratiwi
Warga mengunduh aplikasi e-commerce (ilustrasi). Transaksi e-commerce Jawa Barat tertinggi di Indonesia.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Warga mengunduh aplikasi e-commerce (ilustrasi). Transaksi e-commerce Jawa Barat tertinggi di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perkembangan ekonomi digital Jawa Barat (Jabar) sangat menggembirakan. Kondisi tersebut salah satunya tecermin dari pertumbuhan nilai transaksi e-commerce oleh warga Jabar pada pertengahan kuartal III 2021, yang tumbuh 59,03 persen dibandingkan 2020. 

Tercatat dari 10 provinsi dengan pangsa pasar transaksi terbesar di Indonesia, baik pembelian maupun penjualan melalui marketplace, Jabar menempati posisi teratas. "Jabar posisi pertama dengan transaksi e-commerce terbesar secara nasional. Total transaksi pada pertengahan kuartal III 2021 tercatat mencapai Rp 15,02 triliun," ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jabar, Herawanto, saat membuka kegiatan Local Community Services (LCS) Pelatihan Digital Marketing bagi UMKM di wilayah Provinsi Jawa Barat, sebagai rangkaian dari West Java Economic Society 2021, Selasa (23/11).

Baca Juga

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini diselenggarakan Kantor Perwakilan BI Provinsi Jabar dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Bandung Koordinator Jabar. Kegiatan ini mengangkat tema "Mengajak Potensi Ekonomi, Mendorong Akselerasi Investasi dan Digitalisasi, guna Memajukan Inklusifitas Ekonomi Jawa Barat".

Herawanto mengatakan, transaksi pembelian terbesar yang mengindikasikan permintaan masyarakat Jabar ada di kategori fesyen senilai Rp 2,52 triliun, handphone dan aksesori Rp 2,12 triliun, dan personal care and cosmetic Rp 1,9 triliun. Ia menilai, ini menunjukkan Jabar memiliki peluang yang sangat baik dalam digitalisasi.

"Tentu harus dilanjutkan untuk memastikan sektor bisnis di berbagai level, termasuk UMKM untuk bertransformasi bisnis secara end to end," kata Herawanto.

Apalagi, kata dia, digitalisasi memegang peranan penting baik selama masa pandemi, pemulihan ekonomi, maupun perekonomian pada masa mendatang. Bahkan menjadi kunci penting, tidak hanya untuk bertahan, tetapi juga berkembang, serta memenangkan pertarungan bisnis bagi UMKM.

"Menghadapi masa pascapandemi, digitalisasi menyeluruh, end to end process perlu didorong untuk terealisasikan demi menguatkan daya saing, serta mengangkat pertumbuhan ekonomi dan memeratakan kesejahteraan masyarakat," kata Herawanto.

Sementara menurut Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jabar, Kusmana Hartadji, jumlah UMKM di Jabar mencapai 85 persen dari total unit usaha di wilayah ini atau sekitar 4,15 juta unit usaha. Adapun serapan tenaga kerja dari UMKM mencapai 74,63 persen atau sekitar 8,5 juta pekerja. Diproyeksikan jumlah UMKM di Jabar pada 2021 mencapai 6,25 juta unit usaha.

"Dari sisi kategori usaha, tertinggi ada di bidang kuliner. Namun demikian, untuk yang sudah digital, yang tertinggi di kategori usaha fesyen," kata Kusmana.

Dibantu digitalisasi

Pandemi, kata Kusmana, telah memberikan tekanan bagi UMKM. Namun, di sisi lain tidak sedikit terbuka peluang, seperti peningkatan penggunaan e-commerce yang mencapai 300 persen, kenaikan konsumsi streaming 8,9 persen, peningkatan layanan logistik 30 persen, dan layanan pesan antar makanan naik 15 persen.

"Selain ada yang terpuruk, terdapat juga yang meningkat dengan memaksimalkan digitalisasi," kata dia.

Menurut Ketua Panitia LCS Dadan Soekardan, pandemi Covid-19 yang menimpa Indonesia sejak awal 2020 telah melemahkan, dan bahkan mematikan usaha para pelaku UMKM, khususnya di wilayah Jabar. Kurangnya pengetahuan mengenai teknis pemasaran dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi menyebabkan performa usaha terjun bebas, khususnya saat kebijakan PPKM diterapkan. 

Padahal, kata dia, banyak di antara pelaku UMKM tersebut yang sebenarnya telah memiliki akun-akun media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, tapi akun tersebut lebih sering digunakan untuk media pertemanan. "UMKM belum memahami dampak besar dari menawarkan produk dan jasa yang dihasilkan melalui media-media sosial sangat berdampak besar terhadap kemajuan usaha mereka," kata Dadan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement