REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Pemerintah Burkina Faso mengatakan telah memutus akses jaringan internet telepon seluler. Langkah ini diambil berdasarkan ketentuan hukum yang berkaitan dengan pertahanan nasional dan keamanan publik.
Di tengah gelombang unjuk rasa menolak pasukan militer Prancis dan ketidakmampuan pemerintah menghentikan lonjakan kekerasan milisi bersenjata, pemerintah Burkina Faso memadamkan internet pada Sabtu (19/11) lalu.
Pekan lalu pasukan keamanan Burkina Faso mengalami pukulan terkeras selama beberapa tahun terakhir setelah kelompok bersenjata membunuh 49 petugas polisi militer dan empat orang warga sipil di utara Kota Inata. Serangan kelompok-kelompok bersenjata di Burkina Faso yang memiliki koneksi dengan al-Qaeda dan ISIS meningkat sejak 2017 lalu. Serangan mereka telah menewaskan ratusan tentara dan warga sipil serta memaksa jutaan orang mengungsi dari rumah mereka.
Dalam pernyataannya, pemerintah mengatakan pemutusan jaringan internet sementara berlangsung selama 96 jam. Mereka menambahkan kebijakan ini tidak berlaku pada jaringan internet tetap atau biasa.
Mereka tidak menyebutkan alasan apa yang mendorong keputusan tersebut. Namun pemerintah mengutip ketentuan hukum yang berkaitan pada 'kualitas dan keamanan jaringan dan layanan dan menghormati kewajiban pertahanan nasional dan keamanan publik'.
Ratusan orang berkumpul di jalan utama di sepanjang Kota Kaya pada akhir pekan lalu. Mereka memblokir kendaraan lapis baja Prancis dan meminta pasukan Prancis meninggalkan Burkina Faso. Prancis yang pernah menjajah Burkina Faso masih menempatkan ratusan tentaranya di negara Afrika Barat itu untuk bertempur melawan milisi bersenjata yang aktif di Mali, Niger, dan Burkina Faso.