Rabu 24 Nov 2021 17:06 WIB

AHY: Merebut Partai Artinya Melawan Rakyat

AHY mengatakan, upaya Moeldoko merupakan tindakan melawan rakyat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, partai politik adalah kepanjangan suara dari rakyat. Karena itu, upaya pengambilalihan partai secara ilegal oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko merupakan tindakan melawan rakyat.

"Jika upaya pengambilalihan partai politik ini dilakukan lagi, maka yang melawan adalah rakyat, bukan hanya sekedar partai politik," ujar AHY dari Amerika Serikat, Rabu (24/11).

Baca Juga

"Mengganggu rumah tangga, sekaligus berupaya untuk mengambil alih partai politik secara inkonstitusional adalah sama saja dengan mengganggu rakyat itu sendiri," kata dia.

Ia mengatakan, sejumlah putusan hukum yang menolak gugatan kubu Moeldoko sebagai kemenangan rakyat Indonesia. Artinya, hukum akan selalu tegak meski yang dilawan adalah orang yang notabenenya memiliki kekuasaan di pemerintahan.

"Putusan itu tetap melindungi hak-hak politik rakyat yang berusaha dirampas oleh KSP Moeldoko melalui upaya-upaya politik dan upaya-upaya hukum," ujar AHY.

Kendati demikian, ia telah mendengarkan masukan dan diperingatkan para seniornya di TNI terkait Moeldoko. Bahkan, ia menuturkan, para seniornya mengatakan bahwa mantan panglima TNI itu bisa saja menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

"KSP Moeldoko akan melakukan langkah apapun, bahkan menghalalkan segala cara, termasuk upaya yang senior saya katakan, yaitu upaya membeli hukum," ujar AHY.

Namun, ia yakin bahwa hukum di Indonesia akan selalu tegak menghadapi pihak-pihak yang seperti itu. Selama Partai Demokrat terus memperjuangkan dan itu mendapat dukungan oleh rakyat dan ridho dari Tuhan.

Baca Juga:

"Hukum akan tetap tegak, hukum tetap tidak akan bisa dibeli selama kita berjuang di atas kebenaran," ujar putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

Menurutnya, hal tersebut yang tak dimiliki oleh Moeldoko dan orang-orang yang menjerumuskannya untuk mengambil alih Partai Demokrat. Bahkan, para senior TNI heran dengan perbuatan yang dilakukan oleh Moeldoko.

Karena itu, ia mengapresiasi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang tidak menerima permohonan gugatan yang diajukan oleh mantan kader Partai Demokrat Jhoni Allen Marbun kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly. Putusan tidak menerima gugatan itu tertuang di laman resmi Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 150/G/2021/PTUN-JKT.

"Bagi kami, putusan hukum ini adalah wake up call bagi para perusak demokrasi. Jangan ada lagi niat sedikitpun bagi siapa pun, bahkan meski mereka sedang berada di kursi kekuasaan, untuk mengambil alih kepemimpinan sebuah partai politik melalui upaya KLB ilegal," ujar AHY.

Putusan pada 23 November 2021 itu menjadi kekalahan ke-6 kubu Moeldoko yang menempuh jalur hukum demi memperoleh legalitas hasil KLB Deli Serdang. Sebelum putusan tersebut, pada 10 November 2021, MA juga menyatakan tidak menerima gugatan yang diajukan mantan kader terhadap AD/ART Partai Demokrat.

MA menyatakan tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang dikuasakan kepada Yusril Ihza Mahendra itu. Sebab, AD/ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan.

Kekalahan lain kubu Moeldoko, yakni Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly tidak mengesahkan hasil KLB Deli Serdang pada 31 Maret 2021, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan oleh Jhoni Allen Marbun terhadap Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait pemecatan dirinya dari partai pada 4 Mei 2021, PN Jakarta Pusat kembali menolak gugatan yang dilayangkan mantan Ketua DPC Partai Demokrat Halmahera Utara (Halut) Yulius Dagilaha terhadap AHY pada 17 Mei 2021, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan Jhoni Allen terhadap AHY pada 18 Oktober 2021. Kubu AHY hanya mengalami sekali kekalahan ketika PN Jakarta Pusat tidak menerima gugatan yang diajukan oleh dua pengurus DPP Partai Demokrat terhadap 12 anggota KLB Deli Serdang terkait dugaan perbuatan melawan hukum pada 12 Agustus 2021.

photo
SBY Menuding Moeldoko - (Infografis Republika.co.id)

Kendati sudah mengalami kekalahan berkali-kali, juru bicara Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Muhammad Rahmad, mengatakan, putusan tersebut hanyalah etape pertama dari kemenangannya. "Masih ada etape dua dan seterusnya sampai ke garis finish. Kami berkeyakinan bahwa ini adalah proses untuk menuju kemenangan yang sesungguhnya," ujar Rahmad dalam konferensi pers daringnya, Rabu (24/11).

Ia mengatakan, mengatakan, putusan PTUN yang tidak menerima atau niet ontvankelijke verklaard (N.O.) masih membuka kesempatan untuk melakukan gugatan ulang. Putusan tidak diterima berarti permasalahannya ada pada persyaratan formil dan bukan materil. 

Artinya, penggugat dapat memperbaiki pokok gugatan dan mendaftarkannya kembali ke PTUN Jakarta. Jika tidak melakukan perbaikan gugatan, penggugat juga bisa melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).

“Ada masa tenggang 14 hari bagi Partai Demokrat KLB Deli Serdang," ujar Rahmad.

Di sisi lain, ia mengatakan, Partai Demokrat KLB Deli Serdang tetap menghormati dan menghargai putusan PTUN Jakarta. Ia menambahkan, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang merupakan ketua umum Partai Demokrat KLB Deli Serdang juga menerima putusan tersebut. 

Sikap tersebut merupakan tanda bahwa dirinya tak menyalahgunakan kekuasaannya dalam proses hukum yang berjalan. "Pak Moeldoko sebagai warga negara yang baik, sebagai tokoh nasional yang taat azas, sebagai ketua umum partai yang mengedepankan penegakkan hukum, akan terus menjunjung tinggi supremasi hukum dalam koridor demokratisasi," ujar Rahmad.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement