REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi menurunkan ribuan aparat gabungan untuk mengamankan aksi unjuk ras oleh sejumlah serikat buruh. Dikabarkan demontrasi itu berfokus di kawasan depan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (25/11).
"Ada 2.645 personil TNI, Polri dan Pemda," ujar Kasubag Humas Polres Metro Jakarta Pusat AKP Sam Suharto, di kawasan Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (25/11).
Dikatakan Sam, Polres Metro Jakarta Pusat sendiri menurjunkan sebanyak 1.955 personel. Dia memastikan, aparat yang melakukan pengamanan tetap humanis dan meminta massa tetap menerapkan protokol kesehatan. Karena itu para peserta aksi tetap menggunakan masker dan jaga jarak.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, aksi unjuk rasa bakal diikuti puluhan ribu hingga ratusan ribu massa. Aksi ini tak hanya digelar di ibukota, tetapi sejumlah daerah juga akan melancarkan aksi demonstrasi serupa. Kantor gubernur dan bupati/wali kota akan menjadi titik aksi para pendemo.
Dalam aksi unjuk rasa itu, pihaknya akan mengawal putusan MK terkait UU Ciptaker yang telah digugat sejak tahun lalu oleh konfederasi buruh. Gugatan yang dilayangkan meliputi uji formil dan uji materiil terhadap UU tersebut.
Selain itu, kata Iqbal, dalam aksinya, pihaknya menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Aksi ini serempak melibatkan puluhan ribu sampai ratusan ribu orang dan merupakan eskalasi buruh yang naik," tegas Andi dalam keterangannya, Rabu (24/11).
Sementara itu, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, setidaknya ada tiga tuntutan dalam aksi buruh tersebut. Pertama, KSPSI sebagai konfederasi buruh di Indonesia menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021.
Andi mengatakan, beleid tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Dengan begitu, belum tepat jika penetapan upah menggunakan aturan turunannya. Pihaknya juga meminta MK mengumumkan keputusan formil uji materi UU Cipta Kerja bisa berlaku adil.
"Kami berharap hakim MK bisa berlaku seadil-adilnya. Karena, saya yakin MK merupakan benteng keadilan terakhir yang bisa memutuskan secara adil dan selalu ada untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," jelasnya.
Terakhir, kata Andi, pihaknya meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merevisi atau bahkan mencabut instruksi Mendagri ke kepala daerah dalam rangka penetapan upah minimum.