Jumat 26 Nov 2021 08:25 WIB

Anggota Wantimpres Apresiasi Kinerja Jaksa Agung

Jaksa Agung dinilai membongkar kasus korupsi besar.

Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitar Burhanuddin (kedua kiri) menyempaikan konferensi pers terkait pemulangan DPO Adelin Lis di Aula Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (19/6). Buronan kejaksaan agung selama 13 tahun tersebut ditangkap otoritas Bandara Singapura dan dipulangkan secara deportasi akibat menggunakan paspor dengan data palsu. Adelin Lis terlibat kasus pembalakan liar dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp119 miliar oleh Mahkamah Agung pada 2008. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jaksa Agung Republik Indonesia Sanitar Burhanuddin (kedua kiri) menyempaikan konferensi pers terkait pemulangan DPO Adelin Lis di Aula Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (19/6). Buronan kejaksaan agung selama 13 tahun tersebut ditangkap otoritas Bandara Singapura dan dipulangkan secara deportasi akibat menggunakan paspor dengan data palsu. Adelin Lis terlibat kasus pembalakan liar dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp119 miliar oleh Mahkamah Agung pada 2008. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto mengapresiasi kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin selama dua tahun menjabat. Dia menilai keberhasilan Burhanuddin terutama dalam membongkar skandal mega korupsi seperti kasus Jiwasraya yang merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun dan kasus ASABRI yang kerugiannya mencapai Rp 22,78 triliun. 

"Selain kesungguhannya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, Jaksa Agung Burhanuddin juga menggagas restorative justice sebagai respons atas pergeseran rasa keadilan masyarakat dalam penegakan hukum dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif (berkemanfaatan)," kata Sidarto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/11)

Baca Juga

Menurut Sidarto, gagasan tersebut menjadi salah satu kebijakan dalam menjawab keresahan publik tentang hukum tajam ke bawah, namun tumpul ke atas yang selama ini seolah menjadi kelaziman. Selain itu, masyarakat bisa melihat bagaimana Jaksa Agung telah mengambil alih penyelesaian perkara di Karawang (Terdakwa Valencya) dengan membatalkan tuntutan satu tahun menjadi tuntutan bebas. 

"Ini menunjukkan respons cepat Jaksa Agung dan memberikan contoh bagi seluruh Jaksa untuk menuntut harus menggunakan hati nurani. Inilah model Reformasi Kejaksaan yang kita perlukan saat ini, dan sejalan dengan program prioritas Presiden," tambahnya. 

Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Direktorat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, akhirnya menarik tuntutan 1 tahun penjara terhadap Valencya alias Nengsy Lim yang dibacakan pada Kamis, 11 November 2021.

 Jaksa meminta majelis hakim untuk membebaskan Valencya dari segala tuntutan. Ia sebelumnya diseret ke meja hijau atas dakwaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis.

 "Maka tuntutan (1 tahun penjara) tersebut dinyatakan tidak berlaku dan selanjutnya jaksa penuntut umum juga memperbaiki tuntutan sebelumnya," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Pengadilan Negeri Karawang, Jawa Barat, Selasa, 23 November 2021.

"Dengan menyatakan bahwa terdakwa Valencya alias Nengsy Lim anak dari Suryadi, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga," sambungnya.

 Penarikan tuntutan 1 tahun itu dibacakan dalam agenda sidang pembacaan replik atas pembelaan atau pleidoi yang telah disampaikan penasihat hukum maupun terdakwa Valencya dalam sidang sebelumnya.

 Atas atensi Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, perkara istri omeli suami karena pulang dalam keadaan mabuk itu kini telah dikendalikan langsung oleh Kejagung melalui JAM-Pidum.

 Leonard menyebut JAM-Pidum Fadil Zumhana telah menunjuk tiga jaksa senior sebagai jaksa P-16A. Tim JPU yang baru telah meneliti ulang proses persidangan, baik pemeriksaan saksi, terdakwa, maupun barang bukti.

 "Pertimbangan ini merupakan bentuk wujud rasa keadilan yang dinilai Bapak Jaksa Agung pantas dan harus diterapkan terhadap terdakwa," kata Leonard.

 Ia menyebut Jaksa Agung memerintahkan seluruh jaksa yang menangani perkara untuk bersikap profesional dan mengedepankan hati nurani. Tim JPU sebelumnya yang terdiri dari Kejari Karawang dan Kejati Jawa Barat menyatakan Valenya telah terbukti melakukan pidana sebagaiamana Pasal 45 Ayat 1 jo Pasal 5 huruf b UU No. 23/2004 tentang Penghapusan KDRT.

 JAM-Pidum telah melakukan eksaminasi khusus terhadap tuntutan 1 tahun penjara sebelumnya. Diketahui, hasil eksaminasi itu menyatakan bahwa sejak proses prapenuntutan sampai penuntutan, Kejari Karawang dan Kejati Jawa Barat tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement