REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan temuan varian baru Covid-19 Omicron, Kamis (25/11). Varian ini pertama kali ditemukan di Afrika Selatan dan telah menyebar di sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Australia, dan Amerika Serikat (AS).
Pemerintah Indonesia langsung merespons munculnya varian Omicron dengan melarang Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, dan Hongkong untuk masuk ke tanah air. Selain itu, Warga Negara Indonesia (WNI) yang kembali ke Indonesia dan memiliki riwayat perjalanan dari negara-negara tersebut, akan dikarantina selama 14 hari.
Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 UNS sekaligus Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tonang Dwi Ardyanto, meminta agar masyarakat mewaspadai varian Omicron. Meski hingga saat ini, Pemerintah belum mengonfirmasi kasus varian Omicron di Indonesia, bukan berarti masyarakat bisa tenang dan abai dengan protokol kesehatan (prokes).
Justru, masyarakat harus berhati-hati dan disiplin menerapkan prokes supaya kasus merebaknya varian Delta pada Juli-Agustus lalu tidak terulang di periode Natal Tahun Baru (Nataru).
"Hari-hari ini, beberapa negara sudah melaporkannya, termasuk Australia. Yang melaporkan itu berarti sudah berhasil mendeteksinya. Yang belum melaporkan bukan berarti pasti bebas virus varian. Mungkin karena belum berhasil mendeteksinya saja," kata Tonang seperti tertulis dalam siaran pers, Rabu (1/12).
Tonang juga meminta agar masyarakat tidak terlalu memikirkan tingkat keganasan varian Omicron. Yang terpenting masyarakat mewaspadai tingkat penyebaran varian Omicron.
Tonang juga berharap agar Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit rujukan Covid-19 lebih siap bila sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus akibat varian Omicron. Ia tidak ingin pasien Covid-19 telantar seperti Juli-Agustus lalu.
"Memaknai ganas atau tidak, sebenarnya sangat tergantung kondisi setempat. Proporsi angka kematian (CFR) varian Delta misalnya, sebenarnya rendah. Walau kasus tinggi di beberapa negara, bahkan sangat tinggi, tapi persentase kematian rendah," jelasnya.