REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TPST Samtaku (Sampahku Tanggung Jawabku) Jimbaran dikunjungi KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Kasubdit Barang dan Kemasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik, mengatakan TPST yang diinisiasi penuh oleh swasta ini menjadi awal yang baik.
Menurut pria yang akrab disapa Uso ini, pengelolaan sampah perlu diselesaikan bersama. Pemerintah memiliki tanggung jawab tak terbatas sebagai penyelenggara negara. Tapi dengan bantuan stakeholder, peran swasta dan masyarakat sesuai porsinya, persoalan sampah akan bisa terurai meski butuh proses.
“TPST Samtaku Jimbaran ini menjadi contoh bagi stakeholder lain supaya bisa direplikasi, tentunya kuncinya di kolaborasi," ujar dia.
TPST yang terletak di Kuta Selatan ini mempunya kapasitas total 120 ton per hari dan saat ini mampu mengolah sampah sebanyak 70 ton per hari. Fasilitas ini berkontribusi dalam mengurangi sampah dari Kabupaten Badung terkelola di TPST ini sampai dengan 40 persen.
Kunjungan lapangan ini menuju lokasi yang menjadi mitra Aqua sebagai produsen dalam melaksanakan kewajibannya yaitu TPST Samtaku Jimbaran, Kabupaten Badung, dan sekaligus RBU Bali PET Recycling. Kunjungan ini dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019. Produsen diwajibkan menarik kembali kemasan untuk didaur ulang atau guna ulang dan dapat beker jasama dengan pihak lain dalam hal penyediaan fasilitas penampungan.
Pengelolaan sampah di TPST Samtaku Jimbaran menggunakan model ekonomi sirkular dan Zero Waste to Landfill. Sampah yang terkumpul di fasilitas ini dikelola dan dapat dimanfaatkan kembali seluruhnya sehingga tidak ada yang terbuang ke lingkungan atau berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Prinsip Zero Waste To Landfill juga dapat dicapai melalui penerapan teknologi RDF (Refuse Derived Fuel). Sampah organik akan dikelola menjadi kompos dan sebagian akan diproses bersama dengan sampah residu untuk menghasilkan bahan bakar.
Sementara sampah kemasan botol plastik bekas yang terpilah akan dikirim ke pabrik daur ulang milik Veolia untuk diolah menjadi material rPET (recycled PET) sebagai bahan baku botol plastik baru. Upaya ini juga relevan mendukung Pemerintah mengurangi sampah plastik di lautan sampai 70 persen pada 2025.