Senin 06 Dec 2021 09:31 WIB

Taliban Merasa Difitnah oleh Barat

Negara Barat prihatin dengan pembunuhan balasan oleh Taliban ke tentara Afghanistan.

Rep: Lintar Satria/Kamran/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang Taliban berjaga di luar rumah sakit militer, sehari setelah ledakan bom dan serangan militan ISIS, di Kabul, Afghanistan, Rabu (3/11/2021).
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Seorang Taliban berjaga di luar rumah sakit militer, sehari setelah ledakan bom dan serangan militan ISIS, di Kabul, Afghanistan, Rabu (3/11/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sekelompok negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris dan Prancis mengungkapkan keprihatinan mereka atas laporan pembunuhan dan penghilangan paksa mantan anggota pasukan Afghanistan. Pembunuhan dilakukan setelah Taliban merebut kekuasaan di negara itu pada bulan Agustus lalu.

Dalam pernyataan bersama pada akhir pekan ini, Ahad (5/12) 21 negara termasuk Uni Eropa menyinggung laporan-laporan pelanggaran hak asasi manusia yang didokumentasikan Human Rights Watch dan organisasi hak asasi lainnya.

Baca Juga

"Kami menggarisbawahi dugaan tindakan pelanggaran hak asasi manusia serius dan bertentangan dengan amnesti yang diumumkan Taliban," kata Kementerian Luar Negeri Jerman dalam pernyataannya seperti dikutip South China Morning Post, Senin (6/12).

"Kasus-kasus yang dilaporkan harus segera diselidiki dan tindak yang transparan, mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban, dan langkah-langkah ini harus segera dipublikasikan untuk mencegah pembunuhan dan penghilangan paksa berikutnya," tambah Jerman.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan Sayed Khosti membantah tuduhan tersebut. Ia mengatakan tidak ada bukti pelanggaran hak asasi semacam itu terjadi. "Bila ada buktinya seharusnya dibagikan pada kami, kami memiliki beberapa kasus pembunuhan individu mantan anggota pemerintah tapi itu kasus permusuhan pribadi dan kami telah menangkap yang terlibat, ini fitnah pada Emirat Islam Afghanistan, bukan keadilan," kata Khosti dalam pernyataannya.

Pada November lalu terdapat laporan 30 personel pasukan Taliban mengeksekusi atau menghilangkan paksa lebih dari 100 mantan anggota kepolisian dan intelijen pemerintah Afghanistan yang didukung masyarakat internasional. Tidak lama setelah itu, Taliban merebut kekuasaan pada 15 Agustus lalu walaupun mengaku sudah memberi pengampunan.

Kementerian Dalam Negeri Taliban menolak laporan Human Rights Watch. Tapi mengatakan akan menangkap siapa pun yang terbukti melakukan pembunuhan terhadap mantan anggota militer.

Sejak pasukan asing menarik diri dan Taliban berkuasa Afghanistan mengalami krisis ekonomi. Taliban meminta bantuan internasional untuk mencegah bencana kemanusiaan di mana lebih dari setengah populasi terancam mengalami kelaparan selama musim dingin.

"Kami akan terus menilai Taliban dari tindakan mereka," kata negara-negara Barat dalam pernyataannya.

Pernyataan itu ditandatangani Australia, Belgia, Bulgaria, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Finlandia, Prancis, Jerman, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Makedonia Utara, Polandia, Portugal, Rumania, Spanyol, Swedia, Swiss, Inggris, Ukraina dan Amerika Serikat.

Apresiasi Qatar

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengapresiasi peran Qatar dalam membantu proses evakuasi warga Afghanistan yang terancam saat Taliban merebut kekuasaan di negara tersebut pada pertengahan Agustus lalu. Hal itu disampaikan ketika Macron bertemu Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani di Doha, Jumat (3/12) malam.

 “Saya berterima kasih kepada Qatar atas peran yang telah dimainkannya sejak awal krisis (Afghanistan), dan yang memungkinkan organisasi melakukan beberapa evakuasi,” kata Macron, dikutip laman Al Arabiya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement