REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan munculnya Covid-19 varian Omicron menyoroti kebutuhan kesetaraan vaksin di tingkat global, terutama di zona konflik. Saat ini Omicron sudah terdeteksi di puluhan negara, mencakup Asia, Amerika, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika.
Sejauh ini, belum banyak yang diketahui tentang Omicron. Namun Kepala Tim Manajemen Krisis Covid-19 ICRC Esperanza Martinez menilai, kemunculan varian itu mengekspose betapa rentannya negara-negara ketika sebagian besar dunia tak divaksinasi. “Vaksinasi terhadap puluhan juta orang yang tinggal di zona konflik dan daerah sulit dijangkau lainnya adalah kebutuhan mutlak jika kita ingin menyelesaikan pandemi Covid-19,” ujarnya dalam sebuah pernyataan, Senin (6/12).
Dia menyoroti masih belum meratanya distribusi vaksin. “Hanya sebagian kecil vaksin yang sejauh ini mencapai zona konflik, di mana keluarga dan seluruh komunitas sering hidup tanpa akses ke layanan perawatan kesehatan dasar,” kata Martinez.
ICRC memperkirakan, saat ini terdapat lebih dari 100 juta orang yang tinggal di daerah-daerah di bawah kendali penuh atau sebagian kelompok-kelompok bersenjata non-negara. Hal itu membuat mere sering tak terjangkau kampanye vaksinasi yang dijalankan kementerian kesehatan negara terkait.
“Bagaimana kita menjangkau mereka? Bagaimana kita memastikan mereka tidak tertinggal upaya vaksin, dan dengan demikian berpotensi terpapar varian Covid-19 baru? Itu harus melalui upaya global, tegas, dan kolektif,” kata Martinez.
Martinez mengungkapkan, peran ICRC dalam tugas yang kompleks itu adalah mendukung otoritas kesehatan dan Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah dalam pelaksanaan rencana vaksinasi nasional. ICRC juga memfasilitasi vaksinasi di daerah-daerah mil terakhir. Caranya dengan membantu mendapatkan akses melintasi garis depan melalui pekerjaan kemanusiaan yang netral. Selain itu mereka turut membantu logistik dan transportasi.
“Konflik bersenjata tak dapat diprediksi. Infrastruktur dan sistem kesehatan sering melemah dan dalam kondisi buruk. Negosiasi dengan kelompok bersenjata dapat memakan waktu dan sensitif. Populasi vaksinasi di daerah ini sulit dan rumit. Bagaimanapun, itu perlu,” ujar Martinez.
Tingkat vaksinasi di negara-negara konflik memang rendah. Di Ethiopia, Sudan Selatan, dan Yaman, misalnya, hanya 1,2 persen dari populasi yang sudah divakasinasi Covid-19 lengkap. Somalia berada pada level 3,5 persen, sedangkan Suriah 4 persen.