Jumat 10 Dec 2021 08:55 WIB

Pentingnya Bijak Memilah Informasi, Ini Data Hoaks Omicron Kian Masif

Kabar bohong atau hoaks seputar varian omicron terus beredar masif di dunia maya.

Rep: Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri/ Red: Mas Alamil Huda
Varian Omicron. Kabar bohong atau hoaks seputar Covid-19 varian omicron terus beredar masif di dunia maya.
Foto: Republika
Varian Omicron. Kabar bohong atau hoaks seputar Covid-19 varian omicron terus beredar masif di dunia maya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabar bohong atau hoaks seputar Covid-19 varian omicron terus beredar masif di dunia maya. Masyarakat diajak selalu waspada dan selektif serta melakukan pengecekan berlapis untuk memastikan validitas sebuah kabar, apalagi sumbernya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi, mengatakan, data dari survei yang dilakukan Katadata Insight dan Kementerian Kominfo menunjukkan, setidaknya 30 hingga 60 persen masyarakat di Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi di dunia maya. Hal ini harus menjadi perhatian bersama, apalagi mengingat hingga saat ini hoaks terkait Covid-19 masih terus beredar.

Baca Juga

Dedy menjelaskan, beberapa hasil suvei terkait masih besarnya pengaruh hoaks terhadap masyarakat. Salah satunya, Riset Center for International Governance Innovation pada tahun 2019 yang dilakukan terhadap 25 ribu responden di 25 negara. Hasilnya menunjukkan, sebanyak 86 persen percaya mereka telah terpapar berita bohong atau hoaks saat menjelajah di internet.

Kemudian, survei dari Statista yang diadakan di tahun 2020 menunjukkan bahwa 60 persen masyarakat berusia 16 hingga 24 tahun di Inggris menggunakan media sosial untuk mendapatkan informasi tentang Covid-19. Namun sebanyak 59 persen dari mereka terpapar informasi tidak benar terkait Covid-19.

Di Indonesia sendiri, ujar Dedy, berdasarkan survei Katadata Insight dan Kementerian Kominfo pada tahun 2020, diketahui bahwa setidaknya 30 persen sampai hampir 60 persen masyarakat terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya, sementara hanya 21 persen sampai 36 persen saja yang mampu mengenali hoaks.

“Melalui survei tersebut juga ditemukan bahwa 11,2 persen responden menyatakan pernah menyebarkan kabar bohong atau hoaks dan 68,4 persen di antaranya mengatakan hanya ingin mendistribusikan informasi, meski belum memverifikasi kebenarannya,” papar Dedy.

Ia menegaskan tentunya hal ini harus terus menjadi perhatian bersama. Terlebih, mengingat angka penemuan hoaks terkait Covid-19 menurut hasil patroli siber Kementerian Kominfo sejak 2020 sampai Kamis (9/12/2021) masih menunjukan penemuan berbagai macam hoaks dan disinformasi.

Untuk isu hoaks Covid-19, kata Dedy, telah ditemukan 2.020 isu pada 5.228 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak pada Facebook sejumlah 4.527 unggahan. Pemutusan akses telah dilakukan terhadap 5.079 unggahan dan 149 lainnya sedang ditindaklanjuti.

Kemudian, untuk isu hoaks vaksinasi Covid-19, ditemukan sebanyak 408 isu pada 2.489 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak juga pada platform Facebook sejumlah 2.297 unggahan. Dedy menjelaskan, pemutusan akses telah dilakukan terhadap seluruh unggahan tersebut. 

Baca juga : Antisipasi Omicron, Pemerintah Tingkatkan Testing Covid-19

Sedangkan terkait isu hoaks PPKM, ditemukan sebanyak 49 isu pada 1.250 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak juga pada Facebook sejumlah 1.232 unggahan. Pemutusan akses dilakukan terhadap 1.090 unggahan dan 160 lainnya tengah ditindaklanjuti.

“Pada pekan ini, jika dilihat dari setiap topik hoaks terkait Covid-19, masih ada pertambahan isu dan angka sebaran yang melebihi angka dari pekan yang lalu,” papar Dedy.

Namun secara keseluruhan, pada pekan ini total pertambahan hoaks tentang Covid-19, vaksinasi Covid-19, dan PPKM adalah sebanyak 17 isu di 74 unggahan media sosial. Angka ini sedikit lebih kecil dibandingkan pekan sebelumnya, di mana terdapat total pertambahan 18 isu di 88 unggahan media sosial.

Dari 17 isu hoaks seputar Covid-19 yang beredar selama sepekan terakhir, ujar Dedy, terdapat beberapa contoh hoaks dan disinformasi yang perlu ditangkal bersama. Dengan ditemukannya varian baru yang perlu mendapatkan perhatian seperti Omicron, Dedy menekankan pentingnya mewaspadai kabar bohong yang beredar terutama terkait virus tersebut. 

Karena itu, selain mengingatkan masyarakat untuk selalu berhati-hati, taat protokol kesehatan, mengikuti kebijakan yang berlaku, dan menggencarkan vaksinasi untuk menekan risiko persebaran Covid-19, persebaran hoaks juga harus dihentikan.

“Mari semakin cerdas dalam memilah informasi agar angka persebaran Covid-19 terus menurun, menuju aktivitas yang lebih aman dan produktif,” ujar dia.

Baca juga : WHO: Varian Omicron Sudah Menyebar ke 57 Negara

Belum terdeteksi

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan, pemerintah hingga saat ini belum menemukan kasus dengan varian Omicron di Indonesia. Menurut Wiku, pemerintah pun terus memonitor distribusi varian Covid-19 melalui sequencing spesimen pelaku perjalanan di tiap pintu masuk yang tersebar di Indonesia.

“Dan sampai sekarang belum ditemukan kasus bervarian Omicron,” kata Wiku saat konferensi pers, Kamis (9/12).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) yang terus dilakukan pemerintah secara intensif, varian baru Covid-19 Omicron belum terdeteksi di Indonesia. "Informasi ini sekaligus mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang mengatakan adanya pasien yang terpapar varian baru omicron," kata Nadia.

Ia pun mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan tak lengah dalam menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Hingga kini, pemerintah terus mengantisipasi munculnya varian Omicron, termasuk mengawasi kasus Omicron di dalam negeri meski tak ada riwayat perjalanan ke luar negeri.

Saat ini, sekitar 57 negara di dunia melaporkan adanya varian Omicron. Artinya, penyebarannya cukup cepat sejak dilaporkan kemunculannya pada 24 November tahun ini. Sejak 26 November 2021 varian Omicron masuk dalam Variant of Concern (VoC). Ia mengingatkan, kelompok lansia berpotensi paling terkena dampak terhadap varian Omicron seperti yang terjadi di Jerman.

Baca juga : Rumah Gizi Beri Pendampingan ke Keluarga Balita

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement