Sabtu 11 Dec 2021 07:30 WIB

Relokasi Wilayah Terdampak Erupsi Semeru Harus Berdasarkan Kajian Komprehensif

Diperlukan kajian menyeluruh guna menjamin rasa aman masyarakat dalam jangka panjang.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Mas Alamil Huda
Warga mengangkut barang yang tersisa dari rumahnya yang hancur akibat diterjang material vulkanik gunung Semeru di dusun Umbulan, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (8/12/2021) Pemerintah berencana merelokasi  sekitar 2.000 rumah warga yang terdampak letusan gunung Semeru.
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Warga mengangkut barang yang tersisa dari rumahnya yang hancur akibat diterjang material vulkanik gunung Semeru di dusun Umbulan, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (8/12/2021) Pemerintah berencana merelokasi sekitar 2.000 rumah warga yang terdampak letusan gunung Semeru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan melakukan kajian guna menentukan kemungkinan pengembangan wilayah untuk relokasi desa terdampak erupsi Gunungapi Semeru. Diperlukan kajian menyeluruh guna menjamin rasa aman masyarakat dalam jangka panjang.

"Karena harus lengkap pemetaan geologi, morfologi, sungai, dan juga pemetaan air tanahnya. Tim Badan Geologi akan ke lapangan untuk melakukan pemetaan dan identifikasi wilayah yang aman untuk ke depan. Tempat yang nanti kita usulkan memenuhi standar untuk sebuah desa, yang bukan hanya untuk saat ini juga, namun untuk masa yang sangat panjang, jauh ke depan, jadi ini membutuhkan ketelitian dan kehati-hatian untuk menentukan," ujar Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman, Jumat (10/12).

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani. Penentuan lokasi untuk memindahkan suatu desa yang terdampak bencara harus memastikan keberadaan sumber daya air, bukan hanya dari sisi keamanan dari dampak bencana.

"Karena menentukan lokasi relokasi itu tidak hanya aman dari sisi ancamannya, tapi kita harus memastikan juga keberadaan sumber daya airnya ada. Jadi jangan sampai nanti ditempatkan di sana (lokasi baru), masyarakat tidak bisa melanjutkan hidup, atau pindah lagi ke (desa) yang lama, karena tidak ada air. Itu memang betul-betul harus komprehensif. Melihatnya jangka panjang," ujar Andiani.

Pada kesempatan tersebut, Andiani juga melaporkan kondisi terkini Gunungapi Semeru, hasil pemantauan pada Jumat (10/12), sejak pukul 00.00 WIB hingga 12.00 WIB. Secara visual, teramati hembusan gas dari atas kawah/puncak dengan ketinggian 500-1.000 meter di atas puncak. Kegempaan masih didominasi oleh gempa hembusan, tercatat 14 kali gempa hembusan, 7 kali gempa guguran, dan 2 kali gempa tektonik jauh.

Cuaca cenderung berkabut pada daerah puncak, sehingga arah dan jarak luncuran guguran tidak dapat teramati, namun hasil pemantauan tadi malam jarak luncuran guguran maksimum 700 meter dari puncak ke arah tenggara.

"Hari ini (kemarin) tidak terjadi awan panas guguran (APG), dan sejak tanggal 5-9 Desember 2021 pukul 12.00, telah terjadi 8 kali APG, dengan jarak luncur maksimum 3.000 meter ke arah tenggara. Sehingga tingkat aktivitas saat ini masih ditetapkan pada level 2 atau waspada, dengan rekomendasi agar masyarakat tidak melakukan aktivitas pada radius 1 km dari puncak, 5 km dalam sektor tenggara-selatan, serta sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak," imbuhnya.

Masyarakat juga diimbau agar tidak beraktivitas dan menjauhi daerah yang terdampak untuk menghindari ancaman erupsi sekunder, serta endapan batuan yang masih bersuhu tinggi. Selain itu masih terdapat potensi terjadinya banjir lahar, mengingat cuaca musim hujan yang masih akan berlangsung hingga awal tahun 2022.

Untuk menghindari berita bohong (hoaks) dan berita tidak benar terkait Gunungapi Semeru, masyarakat dapat mengakses informasi yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement