REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak naik lebih dari dua persen ke level tertinggi sejak akhir November pada akhir perdagangan Senin (27/12). Ini terjadi di tengah harapan bahwa varian virus corona Omicron akan berdampak terbatas pada permintaan global pada 2022, bahkan ketika melonjaknya kasus menyebabkan pembatalan penerbangan.
Patokan global minyak mentah Brent untuk pengiriman Februarai, terangkat 2,46 dolar AS atau 3,2 persen, menjadi menetap di 78,60 dolar AS per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari naik 1,78 dolar AS atau 2,4 persen, menjadi ditutup di 75,57 dolar AS per barel.
Pasar AS ditutup pada Jumat (24/12) untuk liburan perayaan Natal. Kedua kontrak acuan naik pada Senin (27/12) ke level tertinggi sejak 26 November.
Minyak jatuh lebih dari 10 persen pada hari ketika laporan varian baru pertama kali muncul. Harga minyak acuan menguat minggu lalu setelah data awal menunjukkan bahwa Omicron dapat menyebabkan tingkat penyakit yang lebih ringan.
"Meskipun Omicron menyebar lebih cepat daripada varian COVID-19 mana pun, berita yang relatif melegakan adalah bahwa kebanyakan orang yang terinfeksi Omicron menunjukkan gejala ringan, setidaknya sejauh ini," kata Leona Liu, analis di DailyFX yang berbasis di Singapura.
Pemerintah Inggris tidak akan memberlakukan pembatasan baru COVID-19 untuk Inggris sebelum akhir 2021, menteri kesehatannya, Sajid Javid, mengatakan pada Senin. Lebih dari 1.300 penerbangan dibatalkan oleh maskapai AS pada Ahad (26/12) karena COVID-19 mengurangi jumlah awak yang tersedia, sementara beberapa kapal pesiar harus membatalkan pemberhentian.
"Gangguan terhadap barang dan jasa dari pekerja yang terisolasi, terutama perjalanan udara, tampaknya menjadi dampak utama sejauh ini," Jeffrey Halley, analis di broker OANDA, mengatakan tentang meningkatnya kasus Omicron.
"Itu hanya akan menyebabkan kegelisahan jangka pendek, dengan kisah pemulihan global untuk 2022 masih di jalurnya," lanjutnya.
Harga minyak telah naik lebih dari 50 persen tahun ini, didukung oleh pulihnya permintaan dan pengurangan pasokan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+.
Sementara itu, pembicaraan antara kekuatan dunia dan Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Teheran tahun 2015 dilanjutkan pada Senin. Iran mengatakan ekspor minyak adalah fokus pembicaraan, yang sejauh ini tampaknya hanya membuat sedikit kemajuan dalam meningkatkan pengiriman Iran.
Baca juga : Hadapi Ujian Hidup, Mualaf Yefta: Ada Bisikan Jaga Sholat dan Wudhu
Juga dalam radar investor adalah pertemuan OPEC+ berikutnya pada 4 Januari, di mana aliansi produsen akan memutuskan apakah akan melanjutkan rencana peningkatan produksi 400.000 barel per hari (bph) pada Februari. Pada pertemuan terakhirnya, OPEC+ tetap pada rencananya akan meningkatkan produksi untuk Januari meskipun ada gangguan dari varian virus corona Omicron.