Sabtu 01 Jan 2022 10:51 WIB

Gus Yahya dan Pesantren Krapyak: Dari Santri, Mahasiswa UGM, Hingga Ketua Umum PB NU

Kisah Ketua Umum PB NU Kala Nyantri di Krapyak dan Kuliah di UGM

KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) muda dalam sebuah acara. Kala itu dia menjadi juru bicara Presiden KH Aburrahman Wahid.
Foto: muhammad subarkah
KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) muda dalam sebuah acara. Kala itu dia menjadi juru bicara Presiden KH Aburrahman Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Pesantren Krapyak sangat berarti bagi KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang kini menjadi Ketua Umum PBNU. Selang sepekan terpilih dan usai meminta restu dari ibunda dan keluarganya di Pesantren Rembang, Gus Yahya pada Ahad, pukul 10.00 WIB, menggelar tasyakuran di pesantren yang berdiri tak jauh dari keraton Jogjakarta itu. Dia pesantren itulah Gus Yahya ditempa kala remaja hingga masa kuliah di UGM pada dekade 1980-an.

''Rencananya siang ini,'' kata Mustafid Hb Hilal, panitai tasyarakuran, Ahad pagi (1/22). Melalui susana yang terrekam dalam pembicaraan via telpon Hilal, terdengar suasana ramainya pertemuan. Hilal tampaknya tengah menunggu ke datangan Gus Yahya di Pesantren Krapyak.

Bagi warga Jogjakarta sudah mahfum pesantren krapyak adalah pesantren tua yang didirikan atas restu Sultan Mataram Jogja. Kampung Krapyak itu dahulu adalah tempat berburu kijang bagi raja. Di sana ada sebuah tempat istirahat Sultan kala melakukan aktivitas tersebut, yakni panggung Krapyak.

Di pesantren itulah Gus Yahya nyantri. Bila dilihat dari sejarahnya, pesantren Krapyak berdiri pada awal dekade pertama abad ke-20 oleh KH M Munawwir setelah kembali dari belajar di Makkah dan Madinah selama dua puluh tahun. KH Munawir adalah teman dekat KH Ahmad Dahlan  yang kemudian mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Kala belajar di Makkah, KH Munawwir juga sejaman dengan KH Hasyim Asy'ari yang mendirikan Jamiah Nahdatul Ulama.

photo
Keterangan foto: KH Yahya Cholil Staquf berpidato di acara tasyakuran di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (1/22). - (Republika)

 

Mulai awal 1970-an seiring semakin berkembangnya Yogyakarta sebagai kota pelajar, pesantren Krapyak pun berkembang pesat. Di bawah asuhan menantu KH Munawwir, yakni KH Ali Ma'shum, pesantren Krapyak menjadi pesantren penting atau utama. Bahkan, Kiai Ali membawa tradisi baru dalam pembelajaran kitab kuning, yaitu pengajian dengan cara 'bondongan' maupun 'sorogan'. Kehadiran Kia Ali kemudian dapat mengimbangi dominiasi model pengajian Alqur'an yang diwarisi KH M Munawwir.

Dari model pengajaran kitab kuning, murid Kiai Ali dan juga putra dari Kiai Munawwir, KH A Waron Munawwir, berhasil membuat kamus Al-Munawir yang dikenal sebagai kamus Arab-Indonesia yang paling lengkap dan sekaligus tebal. Penulisan kamus ini juga berkat dorongan terus menerus dari kakeknya Gus Yahya, KH Bisri Mustofa.

Jadi semenjak awal Gus Yahya tak asing di Pesantren Krapkyak tersebut. Apalagi sebelum melanjutkan studi di sana, Gus Yahya sempat mondok kilat bersama paman-pamannya ketika ada liburan sekolah. Dan ketika mondok kilat itu, dia ternyata tak diinapkan bersama santri-santri sebaya, tapi bersama santri senior yang berstatus sebagai mahasiswa di perguruan tinggi di Yogyakarta. Hal ini lazim karena pesantren Krapyak semenjak dahulu sudah punya -- bahkan tradisi-- santri dari para mahasiswa yang kuliah di berbagai peguruan tinggi di sana. Ia diinapkan bersama santri senior karena mereka berasal dari Rembang dan memiliki hubungan keluarga dengan Gus Yahya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement