Ahad 02 Jan 2022 07:13 WIB

Ciri Ulama tak Jawab Semua Pertanyaan, Ini Penjelasan Syekh Ibnu Athaillah

Ulama yang lurus tak akan menjawab pertanyaan yang tidak dia ketahui

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ulama yang lurus tak akan menjawab pertanyaan yang tidak dia ketahui. Ilustrasi Pondok Pesantren Salafiyah Tajul Falah, Lebak, Banten. .
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Ulama yang lurus tak akan menjawab pertanyaan yang tidak dia ketahui. Ilustrasi Pondok Pesantren Salafiyah Tajul Falah, Lebak, Banten. .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di antara bentuk kealiman seseorang adalah bersikap jujur untuk tidak menjawab semua pertanyaan yang belum dia ketahui. 

Dengan demikian, ketika seseorang menjawab pertanyaan yang belum dia ketahui, justru menunjukkan kebodohannya sendiri. 

Baca Juga

Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari merupakan seorang ulama sufi yang lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648 H/1250 M. Ibnu Atha'illah tergolong ulama yang produktif dan menulis salah satu kitab paling terkenal dalam Islam, yaitu kitab Al-Hikam.

Di dalam kitab ini, Ibnu Athaillah menjelaskan tentang salah satu bukti kebodohan. Dia mengatakan,

من رأيته مجيبا عن كل ما سئل، ومعبرا عن كل ما شهد، وذاكرا كل ما علم فا ستدل بذالك على وجود جهله

Artinya, “Bukti kebodohan seseorang adalah selalu menjawab semua pertanyaan, menceritakan semua yang dilihat, dan menyebut semua yang diketahui.”

Hikmah yang disampaikan Ibnu Atha’illah ini telah dijelaskan kembali  Syekh Abdullah Asy-Syarqawi. Menurut Syekh Abdullah, seorang murid atau seorang arif dianggap bodoh jika ia selalu menjawab, dengan mengungkapkan semua yang dilihat dan dirasakan batinnya, saat ditanya tentang ilmu yang diberikan Allah ﷻkepadanya.

Mengapa disebut bodoh? Karena, menurut Syekh Abdullah, seharusnya dia mengerti bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu dibutuhkan penguasaan yang baik atas ilmu yang bersangkutan. Dan itu amat mustahil. Allah ﷻ berfirman: 

وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا

“Tidaklah kami diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS al-Isra’ [17]: 85).

Semestinya, kata Syekh Abdullah, orang yang menjawab semua pertanyaan itu memerhatikan kondisi sang penanya. Karena, tidak semua orang layak bertanya seperti itu atau cukup mengerti ketika mendengar jawaban atas pertanyaan seperti itu. Menjawab pertanyaan orang semacam ini adalah sebuah kebodohan.

Kemudian, lanjut dia, mengungkapkan semua yang disaksikan sama dengan menyebarkan rahasia yang semestinya disimpan. Orang-orang bijak berkata, “Hati orang-orang merdeka merupakan kuburan rahasia. Rahasia adalah amanat Allah pada seorang hamba.”

Sementara itu, mengungkapkan semua yang diketahui merupakan bukti tidak adanya kemampuan dalam memilah-milah ilmu pengetahuan. Bisa jadi, kata Syekh Abdullah, di antara ilmu yang diketahuinya itu ada yang tidak layak untuk diberitahukan kepada orang lain, karena bisa membahayakan, mendatangkan kerusakan, atau penolakan manusia. Rasulullah ﷺ bersabda: 

إن من العلمِ كهيئةِ المكنونِ، لا يَعْرِفُه إلا العلماءُ باللهِ، فإذا نطقوا به؛ لم يُنْكِرْهُ إلا أهلُ الغِرَّةِ باللهِ

 “Di antara ilmu ada yang bagaikan mutiara berlumuran tanah yang tidak diketahui (bahwa itu mutiara), kecuali oleh ulama yang mengenal Allah. Jika ilmu itu diperlihatkan kepada manusia, niscaya orang-orang yang lalai kepada Allah akan menolaknya.”  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement