REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Galeri Nasional Indonesia memproduksi sebuah film dokumenter berjudul Heridonology. Tayangan itu merangkum kiprah dan perjalanan berkesenian tokoh seni rupa kontemporer Indonesia, Heri Dono.
Heridonology memuat pula karya-karya Heri Dono. Selain diungkapkan secara langsung oleh sosok Heri Dono sendiri, rangkaian kisah dinarasikan oleh tokoh-tokoh yang terkait dengannya. Mereka adalah Suwarni (ibu dari Heri Dono), Jim Supangkat (kurator seni rupa), Nindityo Adipurnomo (seniman dan pendiri Rumah Seni Cemeti), Pustanto (Kepala Galeri Nasional Indonesia), dan Agni Saraswati (Manajer Studio Kalahan).
Menurut Suwarni, bakat melukis Heri Dono mulai tampak saat Heri duduk di bangku SMP. Sebagai orang tua, Suwarni dan ayah Heri Dono mendukung dengan menyediakan cat untuk Heri Dono untuk menggambar.
Sejak kecil, Heri Dono pun telah tertarik dengan seni. "Senangnya gunting-gunting gambar dari majalah, terus ditempel-tempel di tembok. Koran-koran juga digunting. Masa kecilnya seperti itu," kata Suwarni, dikutip dari rilis pers Galeri Nasional Indonesia, Sabtu (1/1).
Kemampuan melukis Heri Dono semakin diasah dengan menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI). Teman sekampusnya, Nindityo Adipurnomo, menceritakan Heri Dono selalu membuat karya yang tidak disukai dosen.
Kendati demikian, hal itu menjadi kelebihan menurut kurator seni Jim Supangkat. Pada 1980-an, ketika istilah seni rupa kontemporer belum dikenal di Indonesia, karya Heri Dono sudah kontemporer seperti yang terjadi di Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Heri Dono termasuk seniman yang tidak laku, dianggap tidak sehebat seniman lainnya yang laku di Indonesia. "Tapi tidak ada yang berani menyangkal posisi dia di Indonesia karena reputasi internasionalnya. Dia terkenal di antara sejumlah seniman-seniman yang ngetop, tetapi dalam kedudukannya, Heri Dono tidak bisa ditawar," ujar Jim.
Kehebatan Heri Dono dalam berkarya diakui Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto. "Heri Dono sidik jarinya ketemu. Begitu melihat karyanya, ‘Wah, ini pasti karya Heri Dono!’ Karena itu di Galeri Nasional Indonesia, kami tempatkan Heri Dono menjadi bagian yang penting dalam eranya," ucap Pustanto.
Dia berharap film Heridonology tidak hanya layak untuk ditonton, melainkan juga sarat akan narasi edukatif. Penonton bisa mengenal lebih dekat sosok Heri Dono sebagai perupa hebat Indonesia yang berperan penting dalam merintis dan mengembangkan seni rupa kontemporer di Indonesia.
Selain itu, Pustanto berharap publik dapat mengambil inspirasi baik dari sajian ketokohan, karya-karya, maupun perjalanan kesenian Heri Dono. Apalagi, hingga saat ini Heri Dono masih aktif berkarya dan tetap eksis.
Menanggapi film dokumenter yang mengisahkan dirinya, Heri Dono mengaku tersanjung dijadikan tokoh seniman seni rupa. Ekspektasi Heri, film dokumenter itu dapat memberikan gambaran lebih utuh mengenai sosok dan kerja kesenimanan dalam memproduksi karya.
"Saya juga berharap produksi film dokumenter ini menjadi sumbangsih bagi fenomena dan diskursus seni kontemporer Indonesia untuk lebih dapat dipahami bagi masyarakat di Indonesia maupun di mancanegara," ujar Heri.
Heridonology diluncurkan secara resmi oleh Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kemendikbud RI Ahmad Mahendra pada Desember 2021. Film produksi Galeri Nasional Indonesia arahan sutradara Reza Fahri itu tayang pada 2 Januari 2022 pukul 21.00 WIB di Kanal Budaya Indonesiana, live streaming di https://indonesiana.tv/, serta bisa diakses di Indihome ch 200 (SD) dan 916 (HD).