Selasa 04 Jan 2022 09:20 WIB

Presiden Iran: Trump Harus Diadili Atas Pembunuhan Soleimani

Jika Trump tidak diadili, maka Teheran akan membalas dendam

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Seorang warga membawa potret Soleimani pada pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani,  dan komandan Milisi Abu Mahdi al-Muhandi di Teheran, Iran, Senin (6/1). Jika Trump tidak diadili, maka Teheran akan membalas dendam.
Foto: Nazanin Tabatabaee/WANA (West Asia News Agenc
Seorang warga membawa potret Soleimani pada pemakaman Mayor Jenderal Qassem Soleimani, dan komandan Milisi Abu Mahdi al-Muhandi di Teheran, Iran, Senin (6/1). Jika Trump tidak diadili, maka Teheran akan membalas dendam.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran, Ebrahim Raisi, mengatakan mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump harus diadili atas pembunuhan Komandan Tertinggi Garda Revolusi Republik Islam Iran (IRGC), Qassem Soleimani. Jika Trump tidak diadili, maka Teheran akan membalas dendam.

"Jika Trump dan (mantan menteri luar negeri Mike) Pompeo tidak diadili di pengadilan atas tindak pidana pembunuhan Jenderal Soleimani, umat Islam akan membalas dendam martir kami," kata Raisi dalam pidatonya.

Baca Juga

Di bawah hukum Islam Iran, seorang pembunuh yang dihukum dapat dieksekusi. Kecuali keluarga korban setuju untuk mengambil "uang darah" melalui rekonsiliasi.

"Agresor, pembunuh dan pelaku utama, presiden Amerika Serikat saat itu, harus diadili di bawah hukum pembalasan (Islam)," ujar Raisi.

 

Pejabat peradilan Iran telah berkomunikasi dengan pihak berwenang di sembilan negara setelah mengidentifikasi 127 tersangka dalam kasus pembunuhan tersebut. Jaksa Agung Mohammad Jafar Montazeri mengatakan kepada televisi pemerintah, dari total tersangka yang diidentifikasi, 74 di antaranya warga negara AS.

"Mantan presiden kriminal (Trump) ada di daftar teratas," ungkap Montazeri.

Iran dan kelompok-kelompok yang bersekutu dengannya di Irak dan negara-negara lain telah mengadakan acara untuk memperingati tahun ke dua kematian Soleimani. Komandan pasukan elite itu terbunuh di Irak dalam serangan pesawat tak berawak pada 3 Januari 2020. Pembunuhan tersebut diperintahkan oleh Trump.

Pada Ahad (2/1), Iran mendesak Dewan Keamanan PBB untuk meminta pertanggungjawaban Amerika Serikat dan Israel atas pembunuhan Soleimani. Menurut Teheran, Israel juga terlibat dalam pembunuhan itu.

Beberapa hari setelah pembunuhan itu, AS mengatakan kepada PBB bahwa pembunuhan itu untuk membela diri. Jaksa Agung AS saat itu William Barr menyebut Trump jelas memiliki wewenang untuk membunuh Soleimani. Barr mengatakan Soleimani adalah "target militer yang sah".

Pada Ahad, ratusan pendukung kelompok milisi yang didukung Iran berkumpul di bandara internasional Baghdad untuk menandai peringatan kematian Soleimani. Mereka meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika. Sumber keamanan Irak mengatakan dua drone bersenjata berhasil dilumpuhkan pada Senin (3/1/2022) ketika mendekati pangkalan militer Irak yang menampung pasukan AS di dekat bandara internasional Baghdad.

Sementara pada Senin, situs website media Israel, Jerusalem Post, telah diretas bertepatan dengan peringatan insiden pembunuhan Soleimani. Peretasan terjadi ketika situs website Jerusalem Post tidak menampilkan halaman berita utama. Situs website tersebut justru menampilkan ilustrasi yang mengingatkan pada insiden pembunuhan Soleimani.

Ilustrasi tersebut menunjukkan sebuah benda berbentuk peluru yang keluar dari cincin merah yang dikenakan di sebuah jari. Cincin merah itu merupakan ciri khas cincin yang digunakan Soleimani. “Kami menyadari peretasan situs web kami merupakam ancaman langsung (ke) Israel,” kata pernyataan Jerusalem Post.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement