REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengusulkan literasi digital masuk ke kurikulum sekolah. Terlebih hingga saat ini pengaduan soal ekonomi digital dan finansial masih cukup tinggi.
“Literasi ini menjadi persoalan di hulu yang menjadi perhatian. Kami melalui YLKI juga, mengusulkan sektor digital bukan hanya finansial teknologi tapi masuk begitu dalam ke kehidupan masyarakat. Literasinya masih rendah,” kata Kuseryansyah dalam konferensi video bersama YLKI, Jumat (7/1).
Untuk itu, Kuseryansyah mengharapkan literasi digital sudah diperkenalkan mualalui kurikulum SD, SMP, dan SMA. Dengan begitu menurutnya saat sudah mencapai usia yang bisa mengadopsi digital dapat mengetahui layanan hingga risikonya.
“Itu kami harapkan bisa didorong bersama-sama dengan YLKI sehingga masuk lebih dahulu sejak di hulu,” tutur Kuseryansyah.
Dia menambahkan, AFPI juga intensif dalam melakukan sosialisasi di kampus, komunitas UMKM, hingga kelompok masyarakat yang dapat terakses oleh pinjaman online. Dengan begitu menurutnya, masyarakat dapat memanfaatkan peluang untuk mendukung usaha namun dapat menghindari risiko.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan telah menerima banyak pengaduan terkait pinjaman online. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengungkapkan hal tersebut terpantau sejak 2017.
“Lima tahun terakhir ini dari tren pengaduan YLKI kita garis bawahi menyangkut masalah fenomnea ekonomi digital. Ada dua isu, pertama pinjaman online dan e-commerce,” kata Tulus dalam konferensi video, Jumat (7/1).
Tulus menuturkan hal tersebut dikarenakan saat ini perkembangan digitalisasi sangat masif. Begitu juga dengan layanan finansial masih tinggi dari mulai leasing hingga pinjaman online dan perbankan.