REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) hadir untuk memberikan perlindungan bagi para korban kekerasan seksual. Bukan sebagai dukungan terhadap kebebasan seksual.
"Tidak ada satupun pasal di dalam RUU TPKS atau Permendikbud yang memberikan dukungan terhadap kebebasan seksual. Ini adalah proses edukasi yang pelan-pelan dilakukan terus-menerus," ujar pria yang akrab disapa Tobas itu dalam diskusi daring, Senin (10/1).
RUU TPKS, kata Tobas, hadir karena melihat data kekerasan seksual di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya. Bahkan, angka tersebut bisa lebih besar karena banyaknya korban yang tidak melaporkannya.
"Banyak hal-hal yang harus dibereskan, termasuk juga aturan-aturan hukum yang belum lengkap, yang harus kita sempurnakan untuk bisa melengkapi, ketika kita melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual," ujar Tobas.
Ia menegaskan, tujuan utama RUU TPKS adalah memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Karenanya dalam aturan tersebut, dicantumkan karakteristik kekerasan seksual.
"Oleh karena itu kita membutuhkan ini, karena itu tidak bisa dicampur dengan hal-hal lain. Karena yang kita atur terkait dengan kebutuhan memberikan rasa aman kepada masyarakat," ujar Tobas.
Dalam forum yang sama, Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Ledia Hanifa mengatakan, RUU TPKS berpotensi melegalkan kebebasan seksual. Karenanya, ia berharap RUU tersebut juga mengatur ihwal kebebasan dan penyimpangan seksual.
"Kita di PKS melihat bahwa harus dilihat bahwa ketika kemudian RUU TPKS hanya membahas kekerasan tetapi tidak menjerat kebebasan dan penyimpangan seksual," ujar Ledia.
Ia menjelaskan, RUU TPKS hanya akan mengatur tentang kekerasan seksual. Padahal dalam kekerasan seksual, terdapat penyimpangan seksual yang malah sudah diatur dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang justru belum disahkan.
"Ketika bicara RUU TPKS ini agar tidak bermakna sexual consent, maka ada solusi yang ditawarkan, yaitu sama-sama kita sahkan bareng dengan KUHP yang sudah di-carry over dari periode lalu," ujar Ledia.