REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon tetap berkomitmen pada rencana pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk menutup fasilitas penahanan di Teluk Guantanamo. Namun, juru bicara Pentagon John Kirby belum mengkonfirmasi lebih lanjut tentang persetujuan transfer tahanan.
"Saya tidak dapat mengonfirmasi laporan-laporan itu. Saya tidak akan berbicara mengenai transfer (tahanan) dari Guantanamo hari ini," kata Kirby, dilansir Sputnik, Selasa (11/1/2022).
Kirby menegaskan, Pentagon berkomitmen untuk menutup fasilitas penahanan Guantanamo. Menurut Kirby, jumlah tahanan yang masih tersisa di Guantanamo sekitar 36 orang. Pada puncaknya, jumlah tahanan di Guantanamo mencapai 800 orang.
"Jadi, jumlahnya kecil. Tidak mengherankan. Itu adalah kasus yang paling sulit untuk ditangani dan diadili," kata Kirby.
Pusat Hak Konstitusional (CCR) pada Senin (10/1/2022) mengatakan, seorang tahanan di Teluk Guantanamo, Gouled Hassan Dourad, memenangkan persetujuan untuk dipindahkan dari fasilitas tersebut. CCR mengatur ratusan pengacara untuk memastikan bahwa setiap tahanan di Teluk Guantanamo yang menginginkan perwakilan hukum dapat memilikinya.
Kirby mengatakan, ada 13 tahanan di Teluk Guantanamo yang memenuhi syarat untuk dipindahkan. Kemudian, 14 tahanan memenuhi syarat untuk dewan peninjau. Sementara 10 tahanan memiliki dakwaan yang tertunda dan dua tahanan telah dihukum dalam komisi militer.
Penjara Guantanamo didirikan untuk menahan orang-orang asing yang dicurigai sebagai teroris seusai serangan teror 11 September 2011 di New York dan Washington. Penjara itu menjadi simbol 'perang melawan teror' karena metode interogasi yang keras. Sejumlah pengamat menilai metode interogasi di penjara Guantanamo sama dengan penyiksaan.
Baca:Australia tak Mau Lockdown, Memilih Lewati Wabah Covid-19 Omicron
Biden berharap dapat menutup penjara itu sebelum masa jabatannya berakhir. Namun, pemerintah federal masih menggunakan undang-undang untuk melarang eksekutif memindahkan tahanan di penjara Guantanamo ke penjara-penjara di pulau utama Amerika. Walaupun Partai Demokrat menguasai Kongres, Biden masih kesulitan untuk mengamankan legislasi yang mengubah ketentuan tersebut sebab beberapa Demokrat mungkin juga menentangnya.
Baca: Nepal Tutup Sekolah 3 Pekan Buntut Kasus Covid-19 Meninggi
Baca: Menlu Israel Positif Covid-19 Saat Negaranya Bersiap Hadapi Omicron dengan Dosis 4 Vaksin