REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pengembangan vaksin Merah Putih di Indonesia menjadi suatu tantangan besar karena selama ini belum ada yang memiliki pengalaman mengembangkan vaksin yang dimulai dari awal.
"Sebenarnya yang lebih penting ini memberi kesempatan pada periset kita untuk memiliki pengalaman pengembangan vaksin," kata Handoko saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (15/1/2022).
Pandemi COVID-19 ini menjadi suatu momentum dan tantangan bagi para periset untuk dapat menciptakan vaksin COVID-19 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia terus mendukung dan memfasilitasi percepatan pengembangan vaksin COVID-19 di dalam negeri.
Pengembangan vaksin Merah Putih untuk COVID-19 itu juga menjadi investasi pengetahuan. Sehingga, diharapkan Indonesia mampu mengembangkan berbagai vaksin yang dibutuhkan di masa mendatang.
Handoko menuturkan pada umumnya pengembangan vaksin membutuhkan waktu yang panjang bisa sampai belasan tahun. Bahkan, belum tentu suatu pengembangan vaksin langsung membuahkan hasil yang ditargetkan.
Meskipun dituntut untuk percepatan pengembangan vaksin di masa pandemi COVID-19 sekarang ini, namun semua proses harus sesuai standar baku untuk bisa mendapatkan izin edar darurat atau emergency use authorization dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Semua pihak atau institusi yang mengembangkan vaksin sedang berupaya keras untuk menciptakan kandidat vaksin COVID-19 potensial untuk bisa membantu memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri, namun semua memang membutuhkan proses dan upaya bersama untuk mewujudkannya.
Sebelumnya, Handoko menuturkan tantangan periset dalam mengembangkan vaksin secara umum tidak mudah karena diperlukan banyak sekali uji coba untuk mendapatkan formula yang paling optimal dalam mendapatkan bibit vaksin. Bibit vaksin tersebut juga harus berstandar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai regulasi.
Proses pengembangan vaksin membutuhkan proses riset dan pengembangan yang benar-benar mendalam dan kompleks, bahkan belum tentu sekali proses riset langsung dapat menghasilkan kandidat vaksin yang potensial. Setelah ditemukan kandidat vaksin, masih ada serangkaian tahapan pengujian, seperti uji in vivo pada hewan, uji klinis tahap 1, 2, dan 3, skala produksi hingga akhirnya imunisasi.
Jika kandidat vaksin tidak memberikan hasil yang diharapkan saat diujikan pada hewan, maka harus dilakukan formulasi ulang hingga mendapatkan kandidat vaksin yang benar-benar efektif merangsang respons imun.