REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – China menegaskan kembali penentangannya terhadap sanksi sepihak yang diterapkan Amerika Serikat (AS) kepada Iran. Namun, Beijing pun menekankan dukungan atas upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 yang dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Situs web Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China, pada Sabtu (15/1/2022), menerbitkan risalah pertemuan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian di kota Wuxi, Jiangsu, yang berlangsung pada Jumat (14/1/2022). “(Menteri) Wang mengatakan kepada mitranya dari Iran bahwa China akan terus menentang sanksi sepihak ilegal terhadap Iran,” tulis Kemenlu China.
Perihal retaknya JCPOA, Wang yakin AS adalah pihak yang harus disalahkan. Tujuan utama dari kunjungan Hossein Amirabdollahian ke China adalah memperkuat bilateral. “Amirabdollahian menggarisbawahi bahwa delegasi Iran akan mengadakan pembicaraan dengan pejabat China tentang hubungan bilateral politik serta cara mengimplementasikan kesepakatan antara kedua negara di bidang ekonomi,” kata kantor berita Iran, Islamic Republic News Agency, dalam laporannya pada Kamis.
Awal pekan ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengungkapkan, dalam kunjungannya ke Cina, Amirabdollahian bakal membahas perjanjian kerja sama untuk 25 tahun ke depan yang telah disepakati kedua negara tahun lalu. “Menlu (Amirabdollahian) akan membahas berbagai isu, termasuk kesepakatan (kerja sama) 25 tahun," ucapnya pada Senin (10/1/2022) lalu.
Pada Maret 2021, Iran dan China menandatangani perjanjian kemitraan strategis komprehensif, Kedua negara ingin meningkatkan hubungan ekonomi dan politik. Lewat perjanjian itu, China akan menggelontorkan investasi senilai 400 miliar dolar AS ke perekonomian Iran untuk 25 tahun ke depan. Sebagai imbalannya, Teheran harus memberi pasokan minyak yang stabil ke Beijing.
Perjanjian itu memiliki tiga dimensi yang ditonjolkan, yakni kemitraan bukan persaingan, hubungan strategis jangka panjang, dan hubungan multilateral. China telah menjadi penyelamat ekonomi Iran setelah setelah AS menarik diri JCPOA pada 2018.
Pasca-hengkang dari JCPOA, Washington menerapkan kembali sanksi ekonomi keras terhadap Iran. Saat ini, Iran dan AS sedang melakukan pembicaraan pemulihan JCPOA di Wina, Austria. Pembicaraan itu sudah berlangsung delapan putaran, tapi belum membuahkan hasil yang dapat diterima para pihak.
Baca: Korea Selatan Longgarkan Pembatasan Covid-19
Baca: Gunung Bawah Laut Tonga Meletus, Jepang Hingga Kanada Terbitkan Peringatan Tsunami
Iran menghendaki agar ketentuan JCPOA tak berubah. Dalam konteks ini, Teheran tetap mengendalikan program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Namun, AS tampaknya ingin JCPOA turut mengatur program rudal balistik dan intervensi Iran di kawasan.
Baca: Ukraina Jadi Sasaran Peretas, NATO Gandeng untuk Pertahanan Siber