Selasa 18 Jan 2022 16:40 WIB

4 Mitos Soal Omicron, Sebaiknya Jangan Dipercaya

Masih ada banyak informasi tidak benar seputar varian Omicron.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Masih ada banyak informasi tidak benar seputar varian Omicron (Foto: ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Masih ada banyak informasi tidak benar seputar varian Omicron (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak kemunculannya, varian Omicron telah memicu peningkatan kasus Covid-19 di banyak negara. Mengingat Omicron belum lama ini muncul, masih ada beragam kesimpangsiuran informasi seputar varian baru tersebut.

Meski digadang sebagai varian yang lebih ringan, dampak dari kemunculan varian Omcron mulai terasa signifikan. Di Illinois misalnya, varian Omicron menyebabkan lebih dari 31 ribu kasus baru dalam sehari.

Baca Juga

Negara bagian di Amerika Serikat tersebut juga kembali mencetak rekor baru setelah kemunculan varian Omicron. Tercatat ada 7.380 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dengan jumlah kematian harian sebesar 142 kasus.

Ahli kesehatan asal Illinois, Dr Mark Loafman, menilai salah satu aspek yang memicu lonjakan kasus ini adalah sikap abai masyarakat. Sikap abai ini sedikit banyak dipengaruhi oleh beragam informasi keliru yang beredar seputar varian Omicron.

Dr Loafman mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum jelas kebenarannya. Berikut ini adalah empat mitos atau informasi keliru seputar varian Omicron yang sebaiknya tak dipercaya, seperti dilansir Chicago Sun Times, Selasa (18/1/2022).

 

Mitos: Tak Masalah Terkena Omicron karena Infeksinya Ringan

Studi awal menemukan bahwa varian Omicron umumnya tak menyebabkan sakit yang berat. Akan tetapi, sifat varian Omicron yang mudah menular menyebabkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi. Lonjakan kasus yang terjadi saat ini dinilai Dr Loafman lebih tinggi dibandingkan lonjakan pada gelombang pandemi sebelumnya.

Di samping itu, tetap ada kelompok masyarakat yang bisa mengalami sakit bergejala berat bila terinfeksi varian Omicron. Meski rasionya lebih kecil dibandingkan yang bergejala ringan, dampaknya pada peningkatan jumlah pasien yang harus dirawat di rumah sakit tampak signifikan.

"Anda mungkin beruntung dan tidak mengalami sakit berat, tapi kemungkinan yang baik hanya terjadi bila Anda muda, sehat, dan telah divaksinasi," jelas Dr Loafman.

Kenyataannya, orang-orang yang terinfeksi varian Omicron bukan hanya orang yang muda, sehat, atau sudah divaksinasi. Dr Loafman menemukan cukup banyak kasus berat di mana pasien harus dirawat selama beberapa pekan di rumah sakit, lalu kemudian mengalami long Covid setelah pulih. Kasus seperti ini umumnya dialami oleh pasien yang belum divaksinasi.

"Kita hampir menuju kewalahan," ungkap Dr Loafman.

 

Mitos: Omicron Seperti Cacar Air, Sebaiknya Terinfeksi Agar Kebal

Banyak orang beranggapan lebih baik terkena infeksi varian Omicron agar memiliki kekebalan di kemudian hari. Cara ini jauh lebih berisiko dibandingkan mendapatkan kekebalan dari vaksin.

Imunitas alami yang didapatkan dari riwayat infeksi Covid-19 umumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Dengan kata lain, pernah terkena Covid-19 tidak membuat seseorang menjadi kebal dari penyakit tersebut untuk selamanya. Beberapa pasien Dr Loafman bahkan ada yang terinfeksi Covid-19 sebanyak tiga kali.

"Cara virus ini bermutasi dan kemunculan varian-varian baru, kita kembali ke titik awal dengan cepat," jelas Dr Loafman.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement