REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amnesty International Indonesia mengkritik UNHCR Indonesia yang gagal menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan penanganan permasalahan pengungsi Afghanistan. Menurut catatan Amnesty, para pengungsi ini telah berada dalam ketidakpastian hidup di Indonesia selama 10 tahun.
"Amnesty juga mengkritik pemerintah yang turut memperburuk situasi pengungsi Afghanistan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (22/1/2022).
Padahal, kata Usman, pada akhir tahun 2016, Presiden Republik Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Itu artinya, seluruh jajaran pemerintah juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melindungi pengungsi dan menangani permasalahan para pengungsi Afghanistan tersebut.
"Dalam Peraturan Presiden tersebut, jelas dituangkan definisi-definisi dasar dari hal-hal terkait pengungsi, termasuk mengatur tentang bagaimana tugas aparat dalam melakukan deteksi, penampungan, serta perlindungan pencari suaka dan pengungsi," katanya.
Dia meminta UNCHR dan Pemerintah Indonesia bekerja sama secara efektif, termasuk dalam memenuhi hak-hak para pengungsi, hak-hak mereka memperoleh suaka politik, hingga hak-hak mereka untuk mendapatkan pemukiman kembali di negara ketiga. Solusi terakhir ini, dalam observasi Amnesty, merupakan solusi yang paling diinginkan oleh para pengungsi.
"Karena Afghan yang telah lama hidup dalam kondisi yang buruk selama 10 tahun," katanya.
Selain itu, Amnesty juga mendesak pemerintah Indonesia, khususnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menerbitkan Peraturan Kapolri terkait HAM untuk para pengungsi. Perkap HAM untuk penanganan kepolisian terhadap pengungsi ini penting agar para aparat lebih dapat mengerti mengapa mereka mengungsi dan mengapa aparat perlu melindungi hak-hak dasar mereka ketika menyampaikan pendapat.
"Termasuk ketika mengkritik penanganan pengungsi UNHCR," katanya.
Usman mengatakan, dalam demo di Pekanbaru, terlihat sekali aparat kepolisian tidak paham dan cenderung memusuhi pengungsi. Padahal, mereka bukan kriminal. Mereka adalah orang-orang yang butuh pertolongan.
"Dalam peristiwa demonstrasi di Monas dan di depan kantor Amnesty, beberapa aparat kepolisian sangat tidak ramah kepada pengungsi, baik dari lontaran pernyataan maupun dari tindakan yang tidak perlu," katanya.
Menurutnya, sangat tidak masuk akal, UNCHR kantor Indonesia dan Pemerintah Indonesia tidak juga dapat melindungi dan menangani pengungsi Afghan tersebut. Padahal, ada banyak solusi yang seharusnya sejak awal bisa dijajaki.
"Mulai dari repatriasi, integrasi lokal, hingga pemukiman kembali. Tetapi karena sudah terlalu lama tanpa solusi, kini para pengungsi itu lebih banyak yang ingin solusi pemukiman kembali," katanya.