Selasa 25 Jan 2022 17:10 WIB

Kementan: Lewat Smart Farming, Petani Bisa Genjot Produksi dan Ekspor

Smart farming adalah sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat membantu petani

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Petani memantau kebun cabai melalui aplikasi pada telpon genggam dalam metode pertanian cerdas berbasis teknologi atau smart farming di Desa Gobleg, Buleleng, Bali, (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Petani memantau kebun cabai melalui aplikasi pada telpon genggam dalam metode pertanian cerdas berbasis teknologi atau smart farming di Desa Gobleg, Buleleng, Bali, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) kembali melatih para penyuluh pertanian untuk memahami konsep smart farming guna menggenjot produktivitas, produksi pertanian yang bernilai jual tinggi hingga ekspor.

Pasalnya, smart farming adalah sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat membantu petani meningkatkan hasil panen secara kuantitas dan kualitas sehingga menjadi kunci agar sektor pertanian terus eksis di tengah dampak perubahan iklim dan pandemi Covid-19.

Baca Juga

"Smart farming adalah upaya menembus langit dan pelatihan ini tidak boleh gagal karena memperlihatkan perubahan paradigma dan transformasi pertanian dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern melalui smart farming," kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam Training of Trainer Smart Farming, Selasa (25/1/2022).

Syahruk menjelaskan smart farming penting karena pertanian saat ini dan ke depannya dihadapkan dengan tantangan besar yakni perubahan iklim dan pandemi Covid-19.

Menghadapi tantangan perubahan iklim bukan dengan cara-cara klasik, tapi harus dengan smart farming karena perkembangan ke depannya yang membuat lahan semakin sempit, jumlah penduduk semakin besar dan lainnya mengharuskan penggunakan teknologi yang smart.

"Kemudian, digitalisasi pertanian menjadi efektif dan penggunaan mekanisasi semakin maju sehingga produksi terus meningkat dengan kualitas yang tinggi dan pendapatan petani semakin naik," imbuh SYL.

SYL pun berharap adanya smart farming dapat lebih masif menarik minat generasi milenial untuk terjun pertanian. Pasalnya, kemajuan pertanian turut didukung generasi milenial karena memiliki semangat berinovasi yang tinggi untuk melakukan cara-cara yang baru terhadap penanganan pertanian yang maju, mandiri dan modern.

"Biasanya yang muda-muda itu lebih mudah tertransfer teknologi pertanian modern. Karena terbukti, petani milenial yang kita asistensi rata-rata penghasilanya ada yang puluhan juta, Rp 400 juta dan bahkan ada yang sampai Rp 2 miliar. Pemasaran hasil pertanian by digital, bisa jual dari desanya sendirinya," tuturnya.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, menjelaskan teknologi smart farming dikembangkan sebagai salah satu respons adaptif terhadap perubahan dan perkembangan teknologi saat ini.

Smart farming memungkinkan petani memiliki kontrol yang lebih baik terhadap proses produksi, melalui pengelolaan pertanaman dan ternak yang baik dan efisien.

"Konsep pembangunan pertanian harus diikuti dengan peningkatan agenda intelektual seluruh stakeholder utamanya petani sebagai garda terdepan. Kita sudah lama diterpa pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, namun dalam kondisi ini produktivitas dan produksi pertanian tidak boleh berkurang," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement