Kamis 27 Jan 2022 15:11 WIB

Menlu AS Diskusi Ukraina dengan Menlu China

Keduanya menyoroti keamanan global dan risiko ekonomi yang dapat dipicu agresi Rusia.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, kiri, dan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi bertemu.
Foto: AP/Tiziana Fabi/AFP POOL
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, kiri, dan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi bertemu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken melakukan pembicaraan dengan Menlu China Wang Yi tentang Ukraina pada Rabu (26/1) waktu setempat. Keduanya menyoroti keamanan global dan risiko ekonomi yang dapat dipicu dari agresi Rusia jika terjadi lebih jauh.

"Menteri Luar Negeri Blinken menyampaikan bahwa de-eskalasi dan diplomasi adalah cara yang bertanggung jawab ke depan," kata juru bicara departemen luar negeri AS Ned Price dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga

"Keamanan global dan risiko ekonomi yang ditimbulkan oleh agresi Rusia lebih lanjut terhadap Ukraina muncul dalam pembicaraan itu," imbuhnya.

Seperti dilansir laman Global Times, Kamis (27/1/2022), Wang Yi mengatakan solusi untuk Ukraina harus kembali ke perjanjian Minsk yang baru. Dia juga mengatakan, bahwa keamanan suatu negara tidak dapat merugikan negara lain dan keamanan regional tidak dapat dijamin atas dasar perluasan blok militer.

China pun mendesak semua pihak untuk mengesampingkan mentalitas Perang Dingin dan menyelesaikan masalah hak Rusia. Mengenai hubungan China-AS, Wang Yi mengatakan hal yang paling mendesak bagi AS adalah berhenti mengganggu Beijing 2022, berhenti bermain-main dengan masalah Taiwan, dan berhenti membentuk klik-klik kecil untuk menahan China.

Sebelumnya AS menetapkan jalur diplomatik untuk mengatasi tuntutan Rusia di Eropa timur. Ini terjadi ketika Moskow mengadakan pembicaraan keamanan dengan negara-negara Barat dan mengintensifkan pembangunan militernya di dekat Ukraina dengan latihan terbarunya.

Rusia telah menuntut NATO menarik kembali pasukan dan senjata dari Eropa timur dan melarang Ukraina, bekas negara Soviet, untuk bergabung dengan aliansi itu. AS dan sekutu NATO-nya menolak, namun mereka mengatakan siap untuk membahas topik lain seperti pengendalian senjata dan langkah-langkah membangun kepercayaan.

Ketegangan di perbatasan Ukraina-Rusia kembali meningkat sejak Rusia dilaporkan mengerahkan lebih dari 100 ribu pasukannya ke zona terdepan. Moskow juga menempatkan ribuan tentaranya di perbatasan Ukraina di utara dengan Belarus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement