REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta akan menagih kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY untuk penanganan terhadap pihak-pihak yang terdampak akibat relokasi pedagang kaki lima (PKL) Malioboro. Seperti pendorong gerobak hingga pedagang asongan.
Kepala Divisi Penelitian LBH Yogyakarta, Era Hareva Pasarua mengatakan, hingga saat ini belum ada kebijakan yang jelas dari pemda terkait nasib pendorong gerobak hingga pedagang asongan. Sedangkan, proses relokasi akan segera dilakukan mulai awal Februari 2022.
"Kita tetap akan menagih itu ke Pemprov (DIY) kebijakannya bagaimana. Dalam waktu dekat kami akan mendatangi untuk meminta kejelasan apakah ada jaminan penghidupan dan jaminan pekerjaan bagi teman-teman yang tidak mendapatkan lapak," kata Era kepada Republika melalui sambungan telepon, Kamis (27/1).
Era juga meminta pemerintah untuk memperhatikan pendorong gerobak hingga pedagang asongan yang kehilangan pekerjaan akibat relokasi. Pasalnya, banyak pendorong gerobak tersebut yang mengandalkan PKL untuk mendapatkan penghasilan.
"Kami juga ingin mereka ini dipikirkan juga, kasihan karena belum ada kejelasan dari pemerintah soal ini," ujar Era.
Pihaknya berencana untuk segera menemui Pemda DIY agar pendorong gerobak hingga pedagang asongan ini mendapat kepastian setelah relokasi dilakukan. Setidaknya, pihaknya meminta agar pemerintah memberikan jaminan pekerjaan di lokasi yang baru atau memberikan kompensasi bagi pihak terdampak.
"Waktunya belum pasti, bisa pekan ini atau paling lama hari Senin karena sudah tanggal 31. Maksimal Senin kita sudah bisa bertemu dengan Pemda DIY untuk membahas itu," jelasnya.
Sementara itu, pendorong gerobak di kawasan Malioboro meminta agar pemda memberikan pekerjaan di lokasi baru yang ditempati oleh PKL. Salah satu pendorong gerobak asal Kabupaten Sleman, Kuat Suparjono (48) mengatakan, ada beberapa pekerjaan yang bisa diberikan kepada pendorong gerobak di lokasi yang baru.
"Kita minta pekerjaan di tempat yang baru karena saya melihat disana ada semacam (pekerjaan) penjaga toilet, petugas kebersihan dan petugas parkir serta jaga malam," kata Kuat.
Setidaknya, pendorong gerobak yang terdampak relokasi PKL di Malioboro ini mencapai 91 orang. Sebagian besarnya menjadikan pekerjaan pendorong gerobak sebagai pekerjaan utama dikarenakan sudah puluhan tahun berprofesi sebagai pendorong gerobak.
"85 persen teman-teman mengandalkan dari PKL, ada yang menyambi jadi tukang becak, tukang las, petani dan rata-rata kebanyakan dari Wonosari, Bantul dan Kulon Progo," ujar Kuat.
Jika tidak diberikan pekerjaan, kata Kuat, setidaknya pemerintah melakukan pemberdayaan dan pembinaan bagi pendorong gerobak. Ia juga berharap agar pemerintah memberikan jaminan hidup bagi pendorong gerobak yang terdampak.
"Kompensasi atau jaminan hidup, misalnya saya ingin jualan apa di rumah ada semacam modal, difasilitasi. Kalau memang satu (pendorong gerobak) dapat pekerjaan, semua harus dapat," tambahnya.
Bahkan, kalau memungkinkan agar pemerintah juga memberikan lapak di tempat yang baru bagi pendorong gerobak. Dengan begitu, pendorong gerobak yang terdampak pun tetap bisa mendapatkan penghasilan.
"Kalau mentok tidak bisa (mendapat pekerjaan di tempat baru), kita sampaikan saja untuk mendapatkan lapak. Kalau lapak bisa buat anak cucu kita," jelasnya.