Jumat 28 Jan 2022 15:22 WIB

Perceraian tak Boleh Dilakukan Sembarangan, Ini Syaratnya Menurut Syariat

Perceraian merupakan perkara boleh tetapi dibenci oleh Allah SWT

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Sidang perceraian di Pengadilan Agama (ilustrasi). Perceraian merupakan perkara boleh tetapi dibenci oleh Allah SWT.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sidang perceraian di Pengadilan Agama (ilustrasi). Perceraian merupakan perkara boleh tetapi dibenci oleh Allah SWT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meski agama Islam tidak mengharamkan perceraian, namun melakukan perceraian adalah sebuah tindakan yang dibenci Allah SWT. 

Hal ini tentunya untuk membuat umat Islam untuk tidak mempermainkan pernikahan dan perceraian. Dalam Surat An Nisa ayat 21, Allah SWT berfirman sebagai berikut ini: 

Baca Juga

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا “Wa kaifa ta’khudzunahu wa qad afdhaa ba’dhukum ila ba’dhin wa akhadzna minkum mitsaqan ghalizan.” 

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: أبغض الحلال عند الله الطلاق “Sesuatu yang (pada dasarnya) halal tetapi sangat dibenci (atau paling dibenci) Allah SWT adalah talak (perceraian).”   

Muhammad Bagir dalam kitab Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama, menjelaskan agama Islam menetapkan suami sebagai pihak satu-satunya yang berhak menjatuhkan talak atau cerai.

Namun hal itu dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa dialah yang selayaknya lebih berkeinginan dan berkepentingan akan keberlangsungan pernikahan.

Dia menjelaskan di antara persyaratan seorang suami untuk menjatuhkan talak atas istrinya ialah baligh, berakal waras, dan tidak dipaksa.

Jika si suami gila atau belum dewasa atau melakukanya dalam keadaan di bawah ancaman, maka talaknya itu apabila dilakukan dianggap tidak berlaku.

Orang-orang seperti itu dianggap tidak mencukupi persyaratan untuk melakukan tindakan hukum. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: 

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ  

“Pena (pertanggungjawaban) terangkat dari tiga kelompok manusia; dari yang dalam keadaan tidur sampai dia terjaga kembali, dari anak kecil sampai dia dewasa, dan dari orang gila sampai dia berakal kembali (yakni, sembuh dari kegilaannya). 

Ketiga persyaratan tersebut disepakati oleh para ulama. Namun para ulama saling berbeda pendapat tentang sah dan tidaknya talak seorang suami dalam berbagai keadaan tertentu.

Seperti talak oleh suami yang sedang mabuk, talak suami yang sedang dalam keadaan sangat marah, talak suami yang sedang dalam keadaan linglung, dan talak suami yang diucapkan secara main-main (tidak serius) atau tidak sengaja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement