Jumat 28 Jan 2022 20:35 WIB

Menilik Kelas Bahasa Mandarin di Irak

Sekolah bahasa adalah proyeksi kekuatan lunak China untuk mengakrabkan kawasan Irak

Rep: Rizky Jaramaya / Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Bendera China.
Foto: Pixabay
Bendera China.

REPUBLIKA.CO.ID, IRBIL --- Di sebuah ruang kelas di Irak utara, Zhiwei Hu mengajar bahasa Mandarin untuk mahasiswa lokal. Pria berusia 52 tahun itu telah mengajar bahasa Mandarin kepada 14 mahasiswa Kurdi Irak atas perintah konsulat China di kota utara Irbil.

Kelas yang diampu oleh Hu adalah bagian dari eksperimen dengan Sekolah Tinggi Bahasa Universitas Salahaddin. Jika para mahasiswa kelas bahasa Mandarin ini berhasil lulus, maka Universitas Salahaddin secara resmi akan membuka Departemen Bahasa Mandarin.

Seorang mahasiswa di kelas Hu, Regin Yasin tertarik belajar bahasa Mandarin karena meyakini bahwa China akan menjadi negara yang unggul di masa depan.  

“Saya ingin belajar bahasa Mandarin karena saya tahu China akan unggul di masa depan. China akan berkembang di sini, itu sebabnya saya memilihnya," ujar Regin yang berusia 20 tahun.

China telah meningkatkan investasi di Irak. Beijing sedang membangun pembangkit listrik, pabrik, fasilitas pengolahan air, serta sekolah yang sangat dibutuhkan di Irak.

Belasan kontrak yang ditandatangani dalam beberapa tahun terakhir memastikan jejak pertumbuhan China di Irak. Para pejabat Irak menemukan daya tarik dalam tawaran pembangunan China yang tanpa syarat untuk demokrasi atau reformasi. Termasuk diplomasi China yang cekatan.

"Sekolah bahasa adalah proyeksi kekuatan lunak China untuk mengakrabkan kawasan (Irak) dengan China. Semakin akrab mereka, semakin tertarik mereka pada barang-barang China," kata seorang peneliti yang baru-baru ini menulis buku berbahasa Kurdi tentang hubungan China-Irak, Sardar Aziz.

Pada 2017, konsulat China mendekati Sekolah Tinggi Bahasa Universitas Salahaddin dengan ide membuka departemen bahasa Mandarin. Dekan Sekolah Tinggi Bahasa Univereitas Salahaddin, Atif Abdullah Farhadi mengatakan, awalnya, universitas tidak yakin bahwa departemen bahasa Mandarin dapat menarik minat mahasiswa. Oleh karena itu, Farhadi meminta konsulat untuk menyediakan dan membayar guru, menyediakan buku pelajaran, laboratorium audio, dan teknologi ruang kelas lainnya serta peluang pertukaran mahasiswa ke Beijing.

"Semua permintaan dipenuhi oleh mereka dan akan kami perluas,” kata Farhadi.  

Departemen Bahasa Mandarin dibuka pada 2019. Angkatan pertama jurusan bahasa Mandarin akan lulus tahun depan. Para mahasiswa di kelas bahasa Mandarin mengatakan bahwa, belajar menulis dalam bahasa Mandarin adalah bagian tersulit. Mereka harus menghafal  ribuan karakter khusus. Selain itu, mereka juga mengalami kesulitan dalam pengucapan.

Farhadi berharap, kampusnya dapat membuka jurusan bahasa Inggris. Dia mengatakan, Konsulat Amerika Serikat maupun Konsulat Inggris jarang menawarkan bantuan kepada kampus.

"Mereka sama sekali tidak mendukung kami," kata Farhadi.

Setiap Kamis Departemen Bahasa Mandarin menggelar China Corner. Para pebisnis China datang ke kampus dan menemui para mahasiswa untuk melatih keterampilan bahasa mereka. China Corner juga menjadi sarana bagi perusahaan China mencari bibit-bibit berbakat untuk direkrut menjadi karyawan. Dua mahasiswa sudah bekerja paruh waktu untuk sebuah perusahaan telekomunikasi China sebagai penerjemah.

“Kami berbicara dalam bahasa China dan berbicara tentang bisnis dan masa depan. Mereka datang untuk menemui kami dan membuat koneksi," kata seorang mahasiswa, Hiwar Saadi.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement