REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menilai positif Pemerintah Indonesia dalam menyambut wisatawan mancanegara yang berbahasa Mandarin menjelang tahun baru Imlek.
"Indonesia dan beberapa negara telah menyiagakan para stafnya yang bisa berbahasa Mandarin untuk membantu beberapa bidang pekerjaan terkait dengan pariwisata," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Wang Wenbin di Beijing, China, dilansir Antara, Kamis (12/1/2023).
Menurut dia, sikap positif itu menunjukkan bahwa keramah-tamahan tuan rumah negara-negara sahabat dalam menyambut wisatawan China dengan hangat dan bahagia agar negara-negara tersebut menjadi tujuan favorit. "Sejumlah restoran China di tempat-tempat wisata seperti Bali yang tutup sementara karena Covid-19 akan kembali buka secara bertahap," kata Wang dalam pengarahan pers rutin itu.
Demikian halnya dengan beberapa agen perjalanan wisata di Pulau Dewata itu, kata Wang, telah meluncurkan paket wisata Imlek untuk wisatawan China. "Akan ada berbagai upaya lagi untuk memudahkan wisatawan China mencapai tempat-tempat wisata, termasuk dengan memperbanyak penerbangan langsung," ujarnya.
Pihaknya akan terus menyesuaikan langkah-langkah tanggap Covid-19 sesuai dengan perkembangan yang terjadi guna memastikan perjalanan lintas-batas yang aman, tanpa hambatan, dan berkontribusi terhadap solidaritas internasional dalam memerangi pandemi dan memulihkan perekonomian global.
"Kami juga mengingatkan para wisatawan China untuk berhati-hati dan memantau kondisi kesehatannya agar perjalanan ke luar negeri lancar dan menyenangkan," kata Wang.
Otoritas China sejak 8 Januari 2023 membebaskan warganya ke luar negeri untuk berbagai tujuan. Mulai tanggal tersebut, China juga membebaskan para pelaku perjalanan internasional dari kewajiban karantina setibanya di China.
Kebijakan tersebut merupakan bentuk pelonggaran setelah hampir tiga tahun China menerapkan kebijakan nol kasus Covid-19 secara ketat sehingga warga setempat tidak bisa leluasa bepergian ke luar negeri. Namun, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan anggota Uni Eropa menerapkan pembatasan kedatangan warga negara China lantaran China dinilai tidak transparan dalam melaporkan perkembangan terbaru Covid-19.
China menuduh negara-negara tersebut bertindak diskriminatif. China melancarkan aksi balasan terhadap Jepang dan Korea Selatan dengan tidak memberikan visa kunjungan.