Sabtu 29 Jan 2022 04:51 WIB

Jampidsus: Korupsi Dibawah Rp 50 Juta tak Serta Merta Tanpa Hukuman

Setiap perbuatan korupsi selalu berujung pada praktik yang berlanjut.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Dalam rapat kerja tersebut Burhanuddin menjawab sejumlah pertanyaan anggota Komisi III DPR, salah satunya terkait dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/1/2022). Dalam rapat kerja tersebut Burhanuddin menjawab sejumlah pertanyaan anggota Komisi III DPR, salah satunya terkait dugaan korupsi pengadaan satelit pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2016.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menegaskan, penindakan pidana korupsi di bawah Rp 50 juta, tak serta merta dituntaskan dengan cara pengembalian uang ke kas negara. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menuturkan, penerapan sanksi dan hukuman tetap harus ada bagi penyelenggara negara yang terlibat praktik rasuah. Meskipun angkanya berada di bawah Rp 50 juta.

Menurutnya, angka maupun nominal senilai Rp 50 juta dalam perbuatan korupsi, tak bisa dijadikan patokan dalam penghentian perkara. Meskipun, kata dia, bisa saja lepas dari pemidanaan. Tetapi, penjeratan sanksi, tetap harus ada.

Baca Juga

“Implementasinya itu dilihat dari bidang korupsinya apa, akibat dari perbuatannya seperti apa. Walaupun cuma (Rp) 50 juta, penyidikan tetap harus mengukur dampak dari perbuatannya itu seperti apa,” tutur Febrie kepada Republika.co.id, Jumat (28/1/2022).

Febrie menambahkan, selama ini memang ada semacam aturan internal di Jampidsus mengenai perbuatan korupsi di bawah Rp 50 juta, dapat lepas dari pidana. Namun dengan catatan, uang tersebut dikembalikan dan pelakunya dihukum adminisitratif. Misalnya, berupa penundaan kenaikan jabatan, penurunan jabatan, bahkan sampai pada pemecatan.

Febrie memastikan, selama proses hukuman tersebut tak diimplementasikan, tim penyidikannya tetap akan melakukan penuntutan. “Jadi tidak terputus bahwa kalau di bawah 50 juta, itu dihentikan. Tidak. Ada beberapa pertimbangan, dari pengembalian, dan pengenaan hukuman sanksi disiplin misalnya,” tegasnya.

Ia juga menegaskan, Rp 50 juta dari hasil perbuatan korupsi tersebut, tak bisa dipandang sebagai perbuatan yang tunggal. Menurut Febrie, dalam perkara tindak pidana korupsi, setiap perbuatan selalu berujung pada praktik yang berlanjut, dan berdampak.

Misalnya, dalam praktik suap maupun gratifikasi, para pelaku, bisa saja mempraktikkan perbuatan tersebut dengan cara memberikan angka di bawah Rp 50 juta. Tetapi, pemberian tersebut berlanjut. “Itu seperti setoran-setoran. Kan tidak bisa seperti itu,” ujar Febrie.

Sebab itu, kata dia, angka di bawah Rp 50 juta, tak dapat dijadikan patokan dalam penghentian perkara korupsi. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, menyampaikan agar perkara tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta, tak perlu diseret ke pengadilan. Menurut dia, penuntasan kasus-kasus di bawah Rp 50 juta, cukup dengan cara pengembalian ke kas negara.

Burhanuddin juga mengatakan, cara pengembalian negara tersebut, demi penyelesaian perkara dengan cara cepat, mudah, dan efisien. "Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajaran untuk tindak pidana korupsi kerugian  keuangan negara di bawah Rp 50 juta untuk diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara," kata Buharnuddin, Kamis (27/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement