Jumat 28 Jan 2022 21:29 WIB

AS: Rusia Ingin Damai Tapi Mengancam

usia tidak menginginkan perang tetapi telah menempatkan "senjata di atas meja"

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Ukraina mulai menggencarkan wajib militer di tengah ancaman invasi Rusia.
Foto: Reuters/Antara
Ukraina mulai menggencarkan wajib militer di tengah ancaman invasi Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Duta Besar AS untuk Moskow, John Sullivan, mengatakan

Rusia tidak menginginkan perang tetapi telah menempatkan "senjata di atas meja". Terutama dalam negosiasinya dengan Amerika Serikat dan fakta bahwa mereka mengerahkan pasukan di perbatasan Ukraina.

Baca Juga

Sullivan menggambarkan, pengerahan puluhan ribu pasukan militer Rusia ke perbatasan Ukraina tidak dapat disebut sebagai latihan militer biasa. Menurutnya, pengerahan pasukan militer dan peralatan pertahanan ke perbatasan  Ukraina merupakan ancaman.

"Ini setara dengan ketika Anda dan saya sedang berdiskusi atau bernegosiasi. Ketika saya meletakkan pistol di atas meja dan mengatakan bahwa saya datang dengan damai, itu mengancam. Dan itulah yang kita lihat sekarang," ujar Sullivan.

Sullivan berharap pemerintah Rusia berkomitmen untuk memegang kata-kata mereka, yaitu tidak berencana menginvasi Ukraina. Namun menurut Sullivan, pada saat ini fakta menunjukkan bahwa Rusia mempunyai kemampuan untuk melakukan serangan militer ke negara tetangganya.

"Kami berharap pemerintah Rusia (berkomitmen) pada kata-katanya, dan tidak berencana, atau tidak akan menginvasi Ukraina lebih jauh. Tetapi fakta menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan saat ini untuk melakukan itu," kata Sullivan.

Sullivan mengatakan, Washington sekarang sedang menunggu tanggapan Rusia terkait proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat dan NATO. Proposal ini menggambarkan jalur diplomatik untuk mengakhiri krisis, dan mendesak Rusia  menarik pasukan dari dekat perbatasan Ukraina.

Sullivan mengatakan, proposal itu berisi upaya untuk menenangkan krisis dengan transparansi yang lebih besar seputar latihan militer di Eropa. Termasuk penjualan senjata Ukraina.

"Kami telah membahas kemungkinan langkah-langkah transparansi timbal balik dengan pemerintah Rusia, termasuk pada sistem senjata ofensif di Ukraina, serta langkah-langkah untuk meningkatkan kepercayaan mengenai latihan militer dan manuver di Eropa," kata Sullivan.

Sullivan berharap, pertemuan berikutnya antara pejabat AS dan Rusia menegaskan kembali bahwa diplomasi adalah satu-satunya solusi ke depan. Di sisi lain, Sullivan juga mengatakan sanksi ekonomi terhadap Rusia jika menginvasi Ukraina akan menjadi salah satu bagian dari tanggapan Barat.

Penerapan sanksi akan mencakup kontrol ekspor dan pertahanan sekutu yang lebih besar di Eropa. Selain itu, Amerika Serikat juga akan mencegah operasi pipa gas alam Nord Stream 2 dari Rusia ke Jerman.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement