REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sebanyak 89.446 debitur di Sumatera Barat mengikuti program restrukturisasi kredit dari industri jasa keuangan di provinsi itu sepanjang 2021 berdasarkan data yang dihimpun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Total outstanding yang dicapai sebesar Rp 6,59 triliun.
"Kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan bagi debitur yang terdampak COVID-19 tersebut dinilai telah memberikan dampak positif bagi perkembangan industri jasa keuangan di Sumatera Barat, pelaku usaha dan masyarakat," kata Kepala OJK Sumbar Yusri di Padang, Sabtu (29/1/2022).
Menurut dia, restrukturisasi kredit dan pembiayaan kepada 89.446 debitur tersebut dengan outstanding sebesar Rp 6,59 triliun. Sementara perusahaan pembiayaan di Sumbar telah memberikan restrukturisasi pembiayaan kepada 94.765 debitur dengan outstanding sebesar Rp 3,64 triliun.
Ia memaparkan sejak dimulainya program tersebut pada 2020 saat ini posisinya sudah terus melandai dan OJK memutuskan program tersebut diteruskan hingga Maret 2023. Puncaknya terjadi pada Juni 2020 mencapai 151.807 debitur dan pada Desember 2021 sebanyak 89.446 debitur.
Akan tetapi ia mengingatkan industri jasa keuangan untuk melakukan antisipasi agar ketika program ini berakhir tidak terjadi lonjakan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). "Ibarat pesawat saat akan mendarat maka dipastikan harus mulus dan dilakukan antisipasi dari sekarang," ujarnya.
Salah satu strateginya adalah dengan mempersiapkan cadangan agar tidak terjadi lonjakan NPL. "Misalnya ada potensi kredit bermasalah Rp 2 triliun maka dari sekarang siapkan cadangan Rp 2 triliun agar ketika program restrukturisasi berakhir bisa dilakukan antisipasi," katanya.
Selain itu pelaku usaha juga harus bersiap agar saat program ini berakhir tetap dapat melunasi cicilan. "Jika pelaku usaha gagal melunasi kredit maka tidak akan mendapatkan kepercayaan lagi dari lembaga keuangan," katanya.
Sejak pandemi COVID-19 mewabah di Tanah Air, Otoritas Jasa Keuangan bergerak cepat melakukan antisipasi agar industri keuangan tetap terjaga dan ekonomi nasional terkendali. Pada 19 Maret 2020 OJK mulai menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan telah diterbitkannya POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-2019.
POJK mengenai stimulus perekonomian dikeluarkan untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan menurun akibat wabah virus Corona, sehingga bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan.
Melalui kebijakan stimulus ini, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit baru kepada debitur.
POJK ini juga diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak penyebaran COVID-19, termasuk debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, yang disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam penerapan ketentuan.