Senin 31 Jan 2022 14:34 WIB

Kemendag Tegaskan Kebijakan DPO Sawit tak Boleh Rugikan Petani

DPO tidak berlaku pada harga lelang dan tidak boleh menekan harga TBS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja mengumpulkan Tandan Buah Segar (TBS) sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat, Rabu (11/08/2021). Menteri Perdagangan menegaskan, kebijakan DMO sawit tidak boleh merugikan petani.
Foto: ANTARA/Akbar Tado
Pekerja mengumpulkan Tandan Buah Segar (TBS) sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat, Rabu (11/08/2021). Menteri Perdagangan menegaskan, kebijakan DMO sawit tidak boleh merugikan petani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perdagangan menegaskan, kebijakan domestic price obligation (DPOA) sawit tidak boleh merugikan petani sawit. Kebijakan DPO hanya berlaku untuk minyak sawit mentah (CPO) yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dalam skema domestic market obligation (DMO).

Karena itu, Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengatakan, kebijakan DPO tidak berlaku pada harga lelang dan tidak boleh menekan harga tanda buah segar (TBS) yang merugikan petani.

Baca Juga

Pernyataan Lutfi itu sekaligus memberi klarifikasi atas salah tafsir yang terjadi di lapangan. Dia mengatakan, yang terjadi saat ini pelaku usaha justru menerapkan harga lelang di PT Karisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) sesuai harga DPO.

"Harga Rp 9.300 per kilogram adalah harga jual CPO untuk 20 persen kewajiban pasok ke dalam negeri dalam rangka penerapan DMO. Kebijakan DMO dan DPO tersebut disalahartikan oleh beberapa pelaku usaha sawit yang seharusnya membeli CPO melalui mekanisme lelang yang dikelola KPBN dengan harga lelang, namun mereka melakukan penawaran dengan harga DPO," kata Lutfi melalui pernyataan resmi, Senin (31/1/2022).

Lutfi mengemukakan aktivitas tersebut telah membuat resah petani sawit. Seharusnya, lanjut Lutfi, pembentukan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani tetap mengikuti mekanisme lelang di KPBN tanpa diikuti dengan penawaran seperti harga DPO.

Seperti diketahui, mekanisme kebijakan DMO sebesar 20 persen atau kewajiban pasok ke dalam negeri berlaku wajib untuk seluruh eksportir yang menggunakan bahan baku CPO.

Seluruh eksportir yang akan mengeskpor wajib memasok atau mengalokasikan 20 persen dari volume ekspornya dalam bentuk CPO dan RBD palm olein ke pasar domestik dengan harga Rp 9.300 per kilogram (kg) untuk CPO dan harga RBD palm olein Rp 10.300 per kg.

"Eksportir harus mengalokasikan 20 persen dari volume ekspor CPO dan RBD palm olein dengan harga DPO kepada produsen minyak goreng untuk mencapai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan," jelas Lutfi.

Dia memastikan pemerintah akan menindak tegas segala penyimpangan yang terjadi. Penindakan akan dilakukan sebagai bagian dari pengawalan terhadap kebijakan ini.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana menyampaikan Persetujuan Ekspor akan diberikan kepada eksportir yang telah memenuhi persyaratan.

"Persetujuan ekspor akan diberikan kepada eksportir yang telah merealisasikan ketentuan DMO dan DPO, dengan memberikan bukti realisasi distribusi dalam negeri berupa purchase order, delivery order, dan faktur pajak," kata Wisnu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement