REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai Tukar Petani (NTP) nasional Januari 2022 sebesar 108,67 atau naik 0,30 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (2/2/2022) menyebutkan kenaikan NTP nasional Januari 2022 diakibatkan kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) sebesar 0,81 persen lebih tinggi dibandingkan penurunan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,50 persen.
Kenaikan NTP nasional Januari 2022 juga dipengaruhi oleh naiknya 3 subsektor, yakni tanaman pangan (0,98 persen); tanaman perkebunan rakyat (0,27 persen); dan peternakan (0,43 persen). Sementara itu subsektor perikanan relatif stabil dan subsektor tanaman hortikultura mengalami penurunan (2,95 persen).
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Umum (Sekum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli, menyebutkan tren kenaikan NTP nasional harus terus dilanjutkan. Ia menilai pemerintah harus menerapkan strategi yang tepat, mengingat ke depannya akan memasuki musim panen raya.
“Pada bulan Januari 2022 lalu kita lihat NTP subsektor tanaman pangan berada di atas standar impas, dan ini tentunya hal positif yang harus diapresiasi. Tetapi kita harus mengantisipasi bulan-bulan ke depan, karena sudah masuk musim panen. Kita mengkhawatirkan akan kembali terjadi penurunan di tingkat petani,” kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Ahad (6/2/2022).
“Untuk NTP pangan, perkebunan dan hortikultura juga mengalami kenaikan biaya produksi dan penambahan biaya modal sebanyak 0,53 sampai 0.83 persen. Ini terkait dengan peningkatan harga pupuk subsidi,” kata dia menambahkan.
Sebagaimana diketahui, kenaikan NTP subsektor tanaman pangan selama Januari 2022 lalu ditopang oleh kenaikan kelompok penyusun yakni padi (1,89 persen) dan juga kelompok palawija, khususnya ketela pohon dan kacang tanah (0,31 persen).
Laporan anggota SPI di beberapa wilayah menyebutkan harga gabah di tingkat petani sudah mengalami penurunan. Di Tuban, Jawa Timur misalnya, di akhir bulan Januari lalu harga Gabah Kering Panen sudah mencapai Rp 4.500 per kg padahal di awal sempat di kisaran Rp 5.000 per kg.
Begitu juga di wilayah-wilayah lainnya, seperti Banyuasin Sumatra Selatan maupun Rejang Lebong Bengkulu, harga gabah memang berbeda-beda tetapi cenderung menurun menjelang musim panen.
Sementara itu, Agus Ruli juga menyoroti penurunan NTP subsektor hortikultura yang cukup besar, yakni sebesar 2,95 persen pada Januari lalu. NTP subsektor Hortikultura kembali turun, bahkan berada di bawah standar impas.
“Dari catatan kami, subsektor hortikultura memang cukup fluktuatif dibandingkan subsektor lainnya. Jika melihat laporan BPS, disebutkan bahwa hal ini dipengaruhi oleh turunnya indeks harga yang diterima petani untuk jenis tanaman cabai-cabaian," ujarnya.
Laporan dari anggota SPI di beberapa wilayah juga menyebutkan terjadi penurunan, seperti di Sukabumi, Jawa Barat; Aceh Tamiang, Aceh; Padang Lawas, Sumatera Utara; dan Kampar, Riau. Hal ini disinyalir disebabkan karena faktor cuaca yang kurang ideal selama Januari lalu,” paparnya.