REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin membantah sel atau kurungan besi di rumahnya merupakan sebuah kerangkeng yang dimanfaatkan untuk rehabilitasi. Menurutnya, sel tersebut merupakan sebuah fasilitas pembinaan organisasi kepemudaan tertentu.
"Itu bukan (tempat) rehabilitasi tapi itu pembinaan untuk organisasi tersendiri bagi saya sebagai tokoh Pemuda Pancasila," klaim Terbit Rencana Peranginangin di Gedung Merah Putih KPK, Senin (7/2/2022).
Meski demikian, Terbit tidak bisa menjawab secara lugas terkait dugaan tindak kekerasan hingga menelan korban jiwa yang terjadi dalam kerangkeng tersebut. Namun, Bupati Terbit membantah telah terjadi penyiksaan dalam kerangkeng manusia di rumahnya.
"Itu (penyiksaan hingga meninggal) kita lihat nanti atau bagaimana karena itu bukan pengelolaan kami langsung," kata Terbit.
Dia mengakui kerangkeng tersebut memang tidak memiliki izin. Terbit juga mengakui kerangkeng manusia tertentu serta tidak memberi laporan ke otoritas berwenang. Namun, dia mengatakan kalau tempat pembinaan itu sudah diketahui oleh publik bahkan aparat penegak hukum.
"Laporan enggak tapi sudah umum dan bukan rahasia lagi. (Tempat pembinaan) itu juga diketahui juga oleh aparat," katanya.
Terbit Rencana juga tidak membantah jika para penghuni kerangkeng tersebut memang dipekerjakan di kebun sawit miliknya. Namun, menurutnya, hal itu dilakukan guna memberikan kemampuan tambahan bagi masyarakat yang setuju untuk tinggal di dalam kerangkeng tersebut.
"Bukan dipekerjakan, hanya untuk menambah skill keterampilan sehingga mereka bisa memanfaatkan diluar ketika lepas dari pembianaan," katanya.
Seperti diketahui, keberadaan kerangkeng manusia itu diungkap lembaga swadaya pemerhati buruh migran, Migrant CARE. Mereka mendapat laporan dari masyarakat terkait keberadaan sel yang diyakini berisi 40 orang pekerja kebun kelapa sawit milik tersangka Terbit Rencana.
Migrant CARE menemukan dua sel di dalam rumah tersangka bupati Terbit yang diyakini dipakai untuk memenjarakan 40 orang. Diduga puluhan pekerja tersebut juga mengalami penyiksaan, dipukuli sampai lebam-lebam dan sebagian mengalami luka-luka.
Mereka juga diyakini dipekerjakan selama 10 jam mulai pukul 08.00 pagi hingga pukul 18.00 waktu setempat. Setelahnya, puluhan pekerja itu dimasukkan lagi ke dalam kerangkeng dengan ketiadaan akses setelah mereka bekerja.