Kamis 10 Feb 2022 17:16 WIB

Ini Jurus BMKG Antisipasi Gempa dan Tsunami Sapu Bandara Ngurah Rai

BMKG pasang WRS New Generation di Ngurah Rai untuk deteksi tsunami

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja melintas di area Terminal Internasional yang lengang di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyiapkan sejumlah jurus guna mengantisipasi bencana gempabumi dan tsunami yang sewaktu-waktu dapat menghantam Bandara Ngurah Rai, Bali. Ini penting dilakukan karena Bali merupakan pintu masuk wisatawan asing hingga sering menjadi tempat agenda internasional.
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Pekerja melintas di area Terminal Internasional yang lengang di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyiapkan sejumlah jurus guna mengantisipasi bencana gempabumi dan tsunami yang sewaktu-waktu dapat menghantam Bandara Ngurah Rai, Bali. Ini penting dilakukan karena Bali merupakan pintu masuk wisatawan asing hingga sering menjadi tempat agenda internasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyiapkan sejumlah jurus guna mengantisipasi bencana gempabumi dan tsunami yang sewaktu-waktu dapat menghantam Bandara Ngurah Rai, Bali. Ini penting dilakukan karena Bali merupakan pintu masuk wisatawan asing hingga sering menjadi tempat agenda internasional.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati yang didampingi oleh General Manager Bandara Ngurah Rai mengatakan, keberadaan Bandara Ngurah Rai ini sangat vital bagi Indonesia karena merupakan pintu masuk utama bagi para wisatawan dari berbagai negara. 

“Jarak bandara dengan bibir pantai 0 meter dan ini sangat berpotensi besar tersapu tsunami jika sewaktu-waktu gempa besar melanda Bali,” kata Dwikorita saat kunjungan kerja ke Bandara Ngurah Rai seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (10/2/2022).

Apalagi, Bali merupakan salah satu destinasi wisata andalan Indonesia dan menjadi favorit wisatawan dunia. Selain itu, berbagai agenda internasional sering diadakan di pulau tersebut. 

Dwikorita memaparkan, sedikitnya ada tiga upaya yang dilakukan BMKG untuk mengantisipasi ancaman bencana tersebut, pertama yakni meningkatkan akurasi pemodelan terkait dengan bahaya tsunami. Mengingat, bandara ini berada di pesisir pantai yang berhadapan dengan sumber gempa berpotensi tsunami / megathrust selatan bali.

Kedua, kata dia, yakni dengan memasang "sistem penerima informasi gempabumi dan tsunami" (WRS New Generation) yang akan diintegrasikan ke dalam  sistem yang ada di "command center" Bandara Ngurah Rai. WRS ini memungkinkan masyarakat dan seluruh pengguna bandara mengetahui adanya gempa bumi dan potensi terjadinya tsunami dalam waktu kurang dari 5 menit atau sekitar 2-4 menit.

Ketiga, menyampaikan bahwa BMKG akan melakukan upaya edukasi kepada stakeholder dan petugas yang terkait dengan penyelamatan di bandara tersebut, dengan cara melatih  serta menyelenggarakan drill / simulasi evakuasi terkait dengan respon informasi gempabumi dan tsunami secara cepat dan tepat, untuk upaya penyelamatan di bandara. Ia menegaskan, mitigasi juga harus dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota setempat untuk semakin meminimalkan dampak kerugian dan korban jiwa. 

"Mengingat di lokasi sekitar bandara juga terdapat banyak kawasan ekonomi dan permukiman penduduk,” ujarnya.

Dwikorita menyebut, realita ini hendaknya menjadi catatan bagi pemerintah dan semua pihak saat hendak membangun infastruktur, mengingat wilayah Indonesia berada di lingkaran cincin api sehingga rawan terjadinya gempa bumi dan tsunami, Idealnya, kata dia, pembangunan berbagai fasilitas publik diarahkan di wilayah yang aman dari bencana untuk menghindari korban jiwa dan kerugian. 

Sementara itu, dalam kunjungannya ke Bandara Ngurah Rai, Dwikorita juga memastikan seluruh peralatan observasi cuaca penunjang keselamatan penerbangan di Ngurah Rai dalam keadaan baik. Ia menambahkan, data-data cuaca, seperti kecepatan dan arah angin, curah hujan, tekanan udara, jarak pandang, tinggi dasar awan dan sebagainya yang dikeluarkan BMKG sangat penting dalam membuat rencana penerbangan (flight plan) serta untuk take-off dan landing pesawat. Data tersebut berperan penting dalam menjamin keselamatan dan kenyamanan penumpang. 

Dwikorita meninjau kesiapan alat pengamatan Automated Weather Observing System (AWOS) yang berada di ujung landasan Bandara Ngurah Rai. AWOS tersebut dilengkapi sejumlah sensor seperti sensor suhu dan kelembaban, sensor tekanan, sensor curah hujan, sensor arah dan kecepatan angin, dan sensor radiasi matahari. 

“Tidak lama lagi KTT G20 akan dilangsungkan di Bali, Oktober mendatang. BMKG pun telah melakukan berbagai persiapan, karena bandara ini (Ngurah Rai-red) selama penyelenggaraan akan sangat sibuk. Semua alat terus dicek guna memastikan berjalan prima guna menghasilkan data yang akurat, cepat, dan tepat,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement